Pendekatan-Pendekatan dalam Pembelajaran
MIPA
A. Pendekatan
Inkuiri
1.
Pengertian
Pendekatan Inkuiri
Menurut Piaget, inkuiri merupakan
pendekatan yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan
eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan
sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri,
serta menghubungkan jawaban yang satu dengan yang lain, membandingkan apa yang
ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik yang lain.
Kuslan
dan Stone (Dahar dan Liliasari 1986, dalam Iskandar, 1996/1997:68)
mendefinisikan “pendekatan inkuiri sebagai pengajaran dimana guru dan murid
mempelajari peristiwa-peristiwa ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para ilmuan”.
Hinrichsen juga menambahkan bahwa (1999)
inkuiri mengandung dua makna utama yaitu inkuiri sebagai inti dari usaha ilmiah
dan inkuiri sebagai strategi untuk belajar mengajar IPA, sebagai strategi
mengajar IPA inkuiri merupakan metode yang mengharuskan siswa untuk
mengkonstruk sendiri pengetahuannya melalui pertanyaan mereka tentang suatu
hal, kemudian merencanakan dan melakukan investigasi untuk menjawab pertanyaan
tersebut, melakukan analisis dan mengkomunikasikan hasil penemuan mereka.
Proses-proses
inkuiri adalah menemukan masalah, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen,
melaksanakan eksperimen untuk menguji hipotesis, mensintesis pengetahuan,
mengembangbangkan beberapa sikap yaitu sikap objektif, ingin tahu, terbuka dan
bertanggung jawab.
Pendekatan
inkuiri merupakan pendekatan penemuan yang menuntut pengetahuan yang lebih
kompleks dibandingkan pendekatan discovery. Pada pendekatan inkuiri siswa
dengan proses mentalnya sendiri dapat menemukan suatu konsep, sehingga dalam
menyusun rancangan percobaan dilakukan atas kemampuannya sendiri. Pada
pendekatan inkuiri, permasalahan dilontarkan oleh guru, cara pemecahan masalah
ditentukan oleh siswa, penemuan kesimpulan juga dilakukan oleh siswa.
Dalam sebuah kumpulan definisi inkuiri
di inquiry page (2004) menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu pendekatan pada
pembelajaran yang melibatkan suatu proses penyelidikan yang alami atau material
world, yang mendorong siswa untuk bertanya, membuat penemuan dan menguji
penemuan itu melalui penelitian dalam pencarian suatu pemahaman baru. Inkuiri
yang berhubungan dengan pendidikan IPA harus mencerminkan penyelidikan. Dengan
demikian proses belajar mengajar melalui inkuiri ini selalu melibatkan siswa
dalam kegiatan diskusi dan eksperimen.
Berdasarkan beberapa definisi di atas,
dapat di simpulkan bahwa pendekatan inkuiri sebagai suatu model pembelajaran
yang terpusat pada siswa, yang mana siswa didorong untuk terlibat langsung
dalam melakukan inkuiri, yaitu bertanya, merumuskan permasalahan, melakukan
eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, berdiskusi
dan berkomunikasi. Dengan demikian, siswa menjadi lebih aktif dan guru hanya
berusaha membimbing, melatih dan membiasakan siswa untuk terampil berfikir
(minds-on activities) karena mereka mengalami keterlibatan secara mental dan
terampil secara fisik (hands-on activities) seperti terampil merangkai alat percobaan
dan sebagainya. Pelatihan dan pembiasaan siswa untuk terampil berfikir dan
terampil secara fisik tersebut merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang lebih besar yaitu tercapainya keterampilan proses ilmiah,
sekaligus sikap ilmiah disamping penguasaan konsep, prinsip, hukum, dan teori.
2.
Tahapan-tahapan
Inkuiri
Dalam
website inquiry page UIUC (copyright 1998-2004 inquiry page version 1.35)
dinyatakan bahwa proses inkuiri dalam pelaksanaan pembelajaran dilakukan
melalui 5 tahap yaitu fase bertanya (Ask), fase penyelidikan (investigate),
menghasilkan (create), diskusi (discuss), dan refleksi (reflect).
Setiap langkah dalam proses ini secara
alami mendorong munculnya pertanyaan baru, investigasi, dan peluang untuk
“teachable moments”. Tahapan-tahapan inkuiri adalah sebagai berikut :
1. Bertanya
Berkeinginan
untuk menemukan sesuatu. Mulai bertanya tentang apa yang hendak diketahui.
(yang menjadi fokus pada tahap ini adalah munculnya pertanyaan atau masalah).
Siswa juga mulai untuk menggambarkan dan menguraikan apa artinya.
2. Investigasi
Apa yang dipikirkannya siswa itu
diwujudkan dalam tindakan,Mulai untuk mengumpulkan informasi, meneliti,
mempelajari, bereksperimen, dan mengobservasi (langkah mengumpulkan informasi
menjadi suatu proses memotivasi diri yang secara keseluruhan dimiliki oleh
siswa yang terlibat).
3. Menulis
Informasi
yang telah didapat, pada tahap ini digabungkan.Siswa mulai membuat hubungan.
(kemampuan pada tahap ini adalah untuk mensintesis pemahaman yang merupakan
percikan kekreatifan yang membentuk semua pengetahuan baru). Siswa juga Melakukan
tugas yang kreatif membentuk pemahaman baru, gagasan, dan teori yang signifikan
diluar pengalaman utamanya.
4. Diskusi
Siswa
Mulai berbagi gagasan baru mereka dengan orang lain, Mulai untuk bertanya pada
yang lain tentang investigasi dan pengalaman mereka sendiri. (bertukar pikiran,
mendiskusikan kesimpulan, dan berbagai pengalaman merupakan semua contoh
tindakan dalam proses ini).
5. Refleksi
Siswa
Menggunakan waktunya untuk melihat
kembali permasalahan awal atau permasalahan baru.Pada tahap ini memungkinkan
untuk kembali pada tahap 1 dan selanjutnya hingga didapatkan penyelesaian yang
lebih berarti.
3.
Langkah-langkah
Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri
a.
Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, rumusan masalah merupakan arah
yang dicapai dalam pembelajaran. Perumusan masalah harus sesuai dengan materi yang akan
diajarkan dalam pembelajaran IPA.
b. Merumuskan Hipotesis : Dilakukan dengan
diskusi dan harus sesuai dengan kemampuan siswa.
c. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisis
data, siswa tentu harus mencari bukti-buktinya dengan arahan guru dan
sumber-sumber harus relevan.
d. Menguji
hipotesis : Data yang sudah dianalisis kemudian disimpulkan dengan mengkaji
hipotesis yaitu benar atau salah. Bila dianggap hipotesisnya kurang tepat, maka
langkah ini dapat digunakan untuk merefisi rumus masalah hipotesis, bila perlu
mengulang langkah ketiga.
e. Merumuskan alternatif-alternatif pemecahan
masalah. Apabila rumusan hipotesis sudah jelas, dan kalau sudah terkumpul,
siswa dibimbing untuk merumuskan alternatif pemecahan masalah.
f. Menetapkan pemecahan masalah tentu saja
dengan bimbingan guru.
4.
Jenis-jenis
Pendekatan Inkuiri menurut Sound dan Trowbridge
Sound
dan Trowbridge 1973 (Mulayasa, 2008:109) mengemukakan tiga macam model inkuiri
sebagai berikut :
1. Inkuiri terpimpin (guide inquiry)
Pada
inkuiri terpimpin pelaksanaan penyelidikan dilakukan siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk
guru, petunjuk yang diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang
membimbing.
2. Inkuiri bebas (free inquiry)
Pada
inkuiri bebas siswa melakukan penelitian sendiri bagaikan seorang
ilmuan.Masalah dirumuskan sendiri, eksperimen dilakukan sendiri dan kesimpulan
konsep diperoleh sendiri.
3. Inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified
free inquiry)
Pada
inkuiri ini guru memberikan permasalahan dan kemudian siswa diminta memecahkan
permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur penelitian.
Dari
ketiga model inkuiri tersebut, model inkuiri yang penulis gunakan adalah
inkuiri terpimpin.
Pendekatan inkuiri dapat dilaksanakan
apabila dipenuhi syarat-syarat berikut : (1) guru harus terampil memilih persoalan
yang relevan untuk diajukan kepada kelas (persoalan bersumber dari bahan
pelajaran yang menantang siswa/problemik) dan sesuai dengan daya nalar siswa;
(2) guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan
situasi belajar yang menyenangkan; (3) adanya fasilitas dan sumber belajar yang
cukup; (4) adanya kebebasan siswa untuk berpendapat, berdiskusi; (5)
partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar, dan (6) tidak banyak
campur tangan dan intervensi terhadap kegiatan siswa.
5.
Prinsip-prinsip
Pendekatan Inkuiri
Dalam
penggunaan pembelajaran inkuiri terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan oleh setiap guru, diantaranya :
a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual.
Tujuan
utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir.Tidak
sebatas penguasaan materi tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan
menemukan sesuatu.
b. Prinsip Interaksi.
Guru
tidak menempatkan diri sebagai sumber belajar tetapi sebagai pengatur interaksi
agar siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka.
c. Prinsip Bertanya.
Guru
berperan sebagai penanya karena kemampuan siswa untuk menjawab pertanyaan
merupakan sebagian dari proses berpikir.
d. Prinsip Belajar untuk Berpikir.
Belajar
bukan sekedar mengingat sejumlah fakta tetapi proses berpikir (learning how to
think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun
otak kanan, baik otak reptile, otak limbic, maupun otak neokortek.
e. Prinsip Keterbukaan.
Tugas
guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa
mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang
dianjurkannya.
6.
Kelebihan
dan Kekurangan Pendekatan Inkuiri
Berikut ini adalah beberapa kelebihan
pembelajaran yang menggunakan pembelajaran inkuiri :
a. Bruner (Amin, 1987:133), seorang psiklog
dari Harvard University di Amerika Serikat menyatakan beberapa keuntungan
metode inkuiri sebagai berikut :
1. Siswa
akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
2.
Membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi
proses belajar yang baru.
3.
Mendorong siswa untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya
sendiri.
4. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja
atas inisiatifnya sendiri.
5. Memberikan kepuasan yang bersifat
intrinsic.
6. Situasi proses belajar menjadi lebih
merangsang.
b. Pengajaran berubah dari “teacher-centered”
menjadi “student centered”
c. Dapat membentuk dan mengembangkan konsep
diri (self concept)
d. Tingkat pengharapan bertambah.
e. Dapat meningkatkan bakat kemampuan
individu.
f. Dapat menghindarkan siswa dari cara-cara
belajar tradisional (menghafal)
g.
Memberikan waktu bagi siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi
informasi.
h.
Menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
secara seimbang, sehingga pembelajaran lebih bermakna.
i.
Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar
mereka.
j.
Sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap
belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
k.
Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas
rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar yang bagus tidak akan
terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Adapun kekurangan pembelajaran yang
menggunakan pendekatan inkuiri, diantaranya :
1. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan
siswa.
2. Sulit dalam merancang pembelajaran oleh
karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
3. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya,
memerlukan waktu yang telah ditentukan.
4. Selama kriteria keberhasilan belajar
ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, strategi
pembelajaran inkuiri akan sulit di implementasikan oleh setiap guru, (Sanjaya,
2008:2006).
B. Pendekatan kontruktivisme
1. Pengertian Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan
konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana
pengetahuan disusun dalam pemikiran pelajar. Pengetahuan dikembangkan secara
aktif oleh pelajar itu sendiri dan tidak diterima secara pasif dari orang
disekitarnya.Hal ini bermakna bahwa pembelajaran merupakan hasil dari usaha
pelajar itu sendiri dan bukan hanya ditransfer dari guru kepada pelajar. Hal
tersebut berarti siswa tidak lagi berpegang pada konsep pengajaran dan
pembelajaran yang lama, dimana guru hanya menuangkan atau mentransfer
ilmu kepada siswa tanpa adanya usaha terlebih dahulu dari siswa itu sendiri.
Di
dalam kelas konstruktivisme, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang
berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat
antara satu dengan lainnya, berpikir secara kritis tentang cara terbaik
menyelesaikan setiap masalah. Dalam kelas konstruktivis seorang guru tidak
mengajarkan kepada anaknya bagaimana menyelesaikan persoalan, namun
mempresentasikan masalah dan mendorong (encourage) siswa untuk menemukan cara
mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Pada saat siswa memberikan
jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak
benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide
seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa
yang dapat masuk akal siswa (dalam Suherman, 2003)
Merrill
mengemukakan asumsi-asumsi konstruktivisme adalah sebagai berikut:
- Pengetahuan
dikonstruksi dari pengalaman;
- Pembelajaran adalah
sebuah interpretasi personal terhadap dunia;
- Pembelajaran adalah
sebuah proses aktif yang di dalamnya makna dikembangkan atas dasar
pengalaman;
- Pertumbuhan
konseptual datang dari negosiasi makna, pembagian perspektif ganda, dan
perubahan bagi representasi internal kita melalui pembelajaran
kolaboratif;
- Pembelajaran harus
disituasikan dalam seting yang realistis; pengujian harus diintegrasikan
dengan tugas dan bukan sebuah aktivitas yang terpisah.
Steffe
dan Kieren (1995) mengungkapkan beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme diantaranya bahwa observasi dan mendengar aktivitas serta
pembicaraan matematika siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk
mengajar, untuk kurikulum, dan untuk cara-cara dimana pertumbuhan pengetahuan
siswa dapat dievaluasi.
2. Ciri – Ciri dan
Karakteristik Pendekatan Konstruktivisme
Dalam
konstruktivisme proses pembelajaran senantiasa “problem centered
approach” dimana guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang mempunyai
makna matematika. Ciri-ciri tersebutlah yang akan mendasari pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme. (dalam Suherman, 2003).
Menurut
Hudojo (dalam Hermayani, 2008), ada tiga ciri yang harus dimunculkan dalam
proses pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivisme yaitu sebagai
berikut:
- Pembelajar harus
terlibat secara aktif dalam belajarnya.
- Pembelajar belajar
materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir;
- Informasi baru harus
diikutsertakan dengan informasi lama sehingga menyatu dengan struktur
kognitif yang dimiliki oleh pembelajar;
- Orientasi
pembelajarannya berdasarkan pemecahan masalah.
3. Prinsip Pendekatan Konstruktivisme
Prinsip
konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pembelajaran. Menurut Mohammad
(2004:4) prinsip utama dalam pembelajaran konstrutivisme adalah:
1)
Penekanan pada hakikat sosial dari pembelajaran, yaitu peserta didik belajar
melalui interaksi dengan guru atau teman,
2)
Zona perkembangan terdekat, yaitu belajar konsep yang baik adalah jika konsep itu
berada dekat dengan peserta didik,
3)
Pemagangan kognitif, yaitu peserta didik memperoleh ilmu secara bertahap dalam
berinteraksi dengan pakar, dan
4)
Mediated learning, yaitu diberikan tugas komplek, sulit, dan realita kemudian
baru diberi bantuan.
Pendapat
di atas dapat dijelaskan bahwa pendekatan konstruktivisme lebih menekankan
keaktifan dan peran serta peserta didik dalam pembelajaran, sedangkan guru
hanya sebagai fasilitator sebagaimana yang dituntut oleh kurikulum.
4.Matematika Dalam Paradigma
Konstruktivisme
Menurut
Hudojo (1998:6) pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivisme adalah
membantu siswa membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan
kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi dan transformasi dari
konsep-konsep dan prinsip-prinsip itu sehingga terbangun kembali menjadi
konsep/prinsip baru. Oleh karena itu, pembelajaran matematika merupakan suatu
proses aktif dalam upaya membantu siswa membangun pemahaman.
Alexander
& Murphy (dalam Kauchack, 1998:9) mengajukan 5 pertanyaan umum tentang
belajar dan mengajar yang sejalan dengan pendapat Good & Grophy, yaitu:
–
Pengetahuan awal siswa mempengaruhi belajarnya
–
Siswa perlu memikirkan strategi belajarnya
–
Motivasi berpengaruh kuat pada belajar
–
Perkembangan dan perbedaan individual mempengaruhi belajar
–
Kontek sosial di dalam kelas mempengaruhi belajar
Berdasarkan
karakteristik konstruktivisme dan pernyataan umum tentang belajar mengajar yang
disebutkan itu, terdapat kesesuaian yang khas dalam belajar matematika untuk
mengorganisasikan dan menstrukturkan pengetahuan.Pertama, adalah karakteristik
yang mengatakan bahwa belajar yang baru bergantung pada pemahaman
sebelumnya.Hal ini berkenan dengan pengetahuan prasyarat untuk belajar yang
terlepas dari sifat struktur matematika itu sendiri.
Di
dalam belajar matematika, seseorang yang mempelajari konsep B sebelum memahami
konsep A atau suatu konsep yang lebih tinggi tingkatannya (higher-order
concept) hanya dapat dipahami melalui konsep yang lebih rendah tingkatannya
(lower-order concept) (Hudojo, 1990:4). Kedua, adalah pernyataan tentang
perkembangan dan perbedaan individual. Siswa pada tahap berpikir konkrit akan
kesulitan apabila matematika disajikan dalam bentuk abstrak. Karena itu,
memerlukan penyesuaian pembelajaran yang menyajikan sebagai bentuk representasi
konsep matematika untuk membantu siswa agar dapat memudahkan belajarnya.
Sebagai contoh, konsep tentang perkalian bilangan cacah akan sulit atau mungkin
tidak dapat dipahami oleh siswa yang belum memahami penjumlahan, fakta dasar
bilangan, fakta dasar penjumlahan, fakta dasar perkalian dan yang lainnya.
Sebaliknya, konsep perkalian dapat direprestasikan dari bentuk abstrak-simbolik
ke bentuk konkret sebagai penjumlahan berulang untuk memudahkan siswa
memahaminya.
Kauchack
& Eggen (1998:192-193) mengemukakan bahwa pembelajaran untuk memfasilitasi
konstruksi pengetahuan memuat 4 aspek penting sebagai berikut.
–
Pembelajaran berfokus pada penjelasan dan jawaban siswa atas masalah atau
pertanyaan.
–
Penjelasan dan jawaban datang dari siswa
–
Penjelasan dan jawaban bersumber dari representasi konsep
–
Guru membantu siswa mengkonstruk pengetahuan dengan mengarahkan interaksi
sosial dan menyediakan representasi konsep.
Karakteristik
lingkungan belajar yang sesuai dengan pandangan konstruktivisme,dikemukakan
oleh Indrawati (1999), sebagai berikut:
–
Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan
serta dapat merespon situasi pembelajaran dengan membawa konsepsi awal sebelumnya.
–
Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin melibatkan proses aktif siswa dalarn
mengkonstruksi
pengetahuan yang sering kali melibatkan negosiasi interpersonal.
–
Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi pengetahuan
bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal dan
sosial.
–
Seperti siswa, guru juga membawa konsepsi awal ke dalam situasi pembelajaran,
baik mengenai materi pelajaran, dan pandangan mereka tentang pembelajaran.
–
Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan melainkan melibatkan pengaturan
situasi kelas serta tatanan pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berpikir
secara ilmiah.
-Kurikulum
bukanlah sesuatu yang sekedar dipelajari melainkan seperangkat program
pembelajaran, materi, sumber, serta pembahasan yang merupakan titik tolak siswa
untuk mengkonstruksi pengetahuan.
5. Keuntungan Dan Kelemahan Pembelajaran Dengan
Pendekatan Konstruktivisme
Pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme ini akan memberikan keuntungan kepada siswa,
yaitu dapat membiasakan siswa belajar mandiri dalam memecahkan masalah,
menciptakan kreativitas untuk belajar sehingga tercipta suasana kelas yang
lebih nyaman dan kreatif, terjalinnya kerja sama sesama siswa, dan siswa
terlibat langsung dalam melakukan kegiatan, dan dapat menciptakan pembelajaran
menjadi lebih bermakna karena timbulnya kebanggaan siswa menemukan sendiri
konsep yang sedang dipelajari dan siswa akan bangga dengan hasil temuannya,
serta melatih siswa berpikir kritis dan kreatif. Sedangkan kelemahannya adalah
siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli matematika, hal ini dapat
mengakibatkan salah pengertian (miskonsepsi).
C. Pendekatan Discovery
1. Pengertian Pembelajaran Discovery
Penemuan
(discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur
atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa
ssecara aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut
Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk
belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki
pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Pengertian
discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong
siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip
umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah
pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif
didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang
disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang
dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Menurut
Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari
siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi
sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa
dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan
kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan
observasi dan membuat ekstrapolasi.
Pembelajaran
penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan
konstruktivis modern.Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama
belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan
eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau
konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran
Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa
sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui
pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Dalam
pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan
hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat
Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau
proses semata – mata ditemukan oleh siswa sendiri.
2. Tujuan Pembelajaran Discovery
Bell
(1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan,
yakni sebagai berikut:
a.
Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam
pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
b.
Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam
situasi konkrit mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate)
informasi tambahan yang diberikan
c.
Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam
menemukan.
d.
Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang
efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide
orang lain.
e.
Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan,
konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih
bermakna.
f.
Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa
kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam
situasi belajar yang baru.
3. Strategi-strategi dalam
Pembelajaran Discovery
Dalam
pembelajaran dengan penemuan dapat digunakan beberapa strategi,
strategi-strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.
Strategi Induktif
Strategi
ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus dan bagian
generalisasi (kesimpulan).Data atau contoh khusus tidak dapat digunakan sebagai
bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan.Mengambil kesimpulan (penemuan)
dengan menggunakan strategi induktif ini selalu mengandung resiko, apakah
kesimpulan itu benar ataukah tidak.Karenanya kesimpulan yang ditemukan dengan
strategi induktif sebaiknya selalu mengguankan perkataan “barangkali” atau
“mungkin”.
b.
Strategi deduktif
Dalam
matematika metode deduktif memegang peranan penting dalam hal pembuktian.Karena
matematika berisi argumentasi deduktif yang saling berkaitan, maka metode
deduktif memegang peranan penting dalam pengajaran matematika. Dari konsep
matematika yang bersifat umum yang sudah diketahui siswa sebelumnya, siswa
dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep lain yang belum ia ketahui
sebelumnya. Sebagai contoh, untuk menentukan rumus luas lingkaran, siswa dapat
diarahkan untuk membagi kertas berbentuk lingkaran menjadi n buah sector yang
sama besar, kemudian menyusunnya sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti
persegi panjang dan rumus keliling lingkaran yang sudah diketahui sebelumnya..
4. Tahap-tahap
aplikasi discovery
Adapun
menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas
tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar
secara umum adalah sebagai berikut:
a)
Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama
pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri (Taba dalam Affan, 1990:198).
Tahap
ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca
atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini
berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan
dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.Dalam hal ini Bruner memberikan
stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang
mendorong eksplorasi.
b)
Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah).
Setelah
dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah
2004:244).
c)
Data collection (pengumpulan data).
Ketika
eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian
anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi
yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22).
d)
Data processing (pengolahan data).
Menurut
Syah (2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan.
Data
processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi
sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa
akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian
yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e)
Verification (pentahkikan/pembuktian).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang
ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
f)
Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap
generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244).
Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik
kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002:22).Akhirnya
dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi (Junimar
Affan, 1990:198).
5. Peranan
Guru dalam Pembelajaran Discovery
Dahar
(1989) mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan,
yakni sebagai berikut:
a.
Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada
masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b.
Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa
untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah
pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan
menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.
c.
Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan
simbolik.
d.
Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru
hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan
mengungkapkan terlebuh dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi
ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru
sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
e.
Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara
garis besar tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi
dengan menemukan generalisai-generalisasi itu.
6. Kelemahan
dan Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning
·
Kelebihan discovery learning
1.
Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
2.
Dapat meningkatkan motivasi
3.
Mendorong keterlibatan keaktifan siswa
4. Siswa aktif
dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan
untuk menemukan hasil akhir.
5.
Menimbulakan rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin
melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat
6.
Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.
7.
Melatih siswa belajar mandiri
·
Kekurangan discovery learning
1.
Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalah fahaman antara guru
dengan siswa
2.
Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya
sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa
dalam belajar. Untuk seorang guru ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu
guru memerlukan waktu yang banyak.Dan sering kali guru merasa belum puas kalau
tidak banyak memberi motivasi dan membimbing siswa belajar dengan baik.
3.
Menyita pekerjaan guru.
4.
Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan
5.
Tidak berlaku untuk semua topik .
0 Comments:
Posting Komentar