Pages

Subscribe:

Labels

Perkembangan Pendididkan MIPA di Jepang


BAB 1
Pembukaan
1.1 Latar Belakang
     Jepang merupakan negara maju diberbagai bidang kehidupan seperti : politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dll. Kemajuan-kemajuan yang dimiliki Jepang tentu saja mempengaruhi sarana dan prsarana serta kualitas pendidikan yang ada di negara tersebut. Sejarah membuktikan bahwa pendidikan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Yunani, Jerman, serta negara-negara maju lainnya membangun kemajuan bangsa dengan memprioritaskan pendidikan yang ada di negaranya dimana negara berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa serta menghargai terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan.
     Bagi negara Jepang pendidikan merupakan alat yang berperan sangat penting guna meningkatkan Sumber Daya Manusia. Dimana kualitas pendidikan harus terus ditingkatkan karena mampu menentukan kualitas Sumber Daya Manusia pada suatu negara itu sendiri. Pendidikan diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan watak setiap individu di tengah peradaban bangsa. Jepang dianggap unggul dalam memajukan pendidikan yang ada di negaranya dimana Jepang terpilih sebagai negara dengan kualitas dan sistem pendidikan terbaik se-Asia dan tercatat sejak tahun 1970 negara Matahari Terbit ini mampu mengemban setiap tujuan-tujuan pendidikan yang telah dicanangkannya hanya dalam kurun waktu 25 tahun.
     Berbagai keunggulan pendidikan di negara Jepang seperti pada jurusan : kedokteran, teknologi, sastra, dan seni serta masih banyak lagi merupakan keberhasilan sistem pendidikan Jepang yang secara gemilang telah mampu menjawab berbagai permasalahan mengenai Sumber Daya Manusia yang di butuhkan diberbagai bidang lapangan pekerjaan.
     Bahkan negara Jepang mampu meminimalisir tingkat pengangguran yang faktanya di setiap negara selalu meningkat jumlahnya. Kreativitas para lulusan-lulusan pendidikan Jepang diakui secara internasional sebagai contoh : keberhasilan dibidang otomotif yaitu Honda, Suzuki, yang selalu mampu menginovasi produk-produknya dalam kurun waktu yang singkat. Selain menghasilkan tenaga kerja buruh negara ini juga mampu menghasilkan tenaga-tenaga ahli yang mampu mengembangkan riset-riset terbaru secara terus menerus.
     Dari rangkuman diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa negara Jepang mampu menjadi negara yang unggul di berbagai bidang seperti : politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dll. Karena memiliki Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan hal tersebut dapat terwujud apabila adanya kesadaran antara pemerintah dan warga masyarakat untuk memprioritaskan pendidikan guna mempersiapkan diri dalam tantangan lapangan pekerjaan, masa depan, serta kamajuan zaman yang kian menuntut keahlian setiap individunya. Budaya disiplin dan kerja keras orang Jepang turut berperan serta dalam pencapaian kesuksesan negara tersebut. Nilai-nilai positif dari negara Jepang patut kita terapkan dalam menyongsong kesuksesan dan kemajuan pada negara yang sedang berkembang seperti negara kita.
    Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, tim penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai metode-metode dan sistem pendidikan yang diterapkan di negara Jepang guna sebagai penambah informasi dan wawasan sehingga kita dapat membandingkan sistem pendidikan di negara kita dengan sistem pendidikan yang ada di negara tersebut
1.2 Tujuan Penulisan
1. Sebagai bahan perbandingan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan dan Sumber Daya Manusia di negara kita.
2. Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang pendidikan formal, tujuan pendidikan, serta kurikulum yang diterapkan di negara Jepang.
3. Untuk memberikan masukin positif bagi dosen, mahasiswa, tenaga pendidikan dalam peningkatan mutu pendidikan.
4. Agar pembaca dapat memetik nilai-nilai postif masyarakat Jepang seperti : budaya kerja keras, disiplin waktu, dll. Dari negara tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
1.3 MANFAAT PENULISAN
1. Agar pembaca dapat memahami dengan jelas bagaimana sistem pendidikan MIPA yang ada di negara Jepang.
2. Agar penulis juga dapat menerangkan dengan jelas Sitem Pendidikan MIPA Jepang sehingga pembaca dapat membaca makalah sistem Pendidikan yang ada di negara Jepang.
3. Pembaca dan penulis dapat saling memahami dan mengerti bagaimana dengan sistem Pendidikan MIPA di negara Jepang sehingga terdapatlah pengetahuan yang             lebih lagi dengan membaca makalah ini.








                                                                 



















BAB II
ISI
2.1 Sejarah Pendidikan Jepang
            Pendidikan formal mulai diadopsi dari kebudayaan Cina pada abad ke-6. Pelajaran yang diajarkan pada waktu itu adalah agama Buddha, Konfusianisme, Ilmu pengetahuan, Kaligrafi, Sastra. Selama pemerintahan Kamakura sering terjadi huru-hara sehingga masa ini merupakan masa kosongnya kebudayaan dan pendidikan. Kebudayaan yang didirikan oleh rakyat biasa mulai tumbuh. Sekolah-sekolah di Kyoto mengalami kehancuran, sedangkan di daerah Kanto berdiri sebuah perpustakaan dan sekolah bernama Ashikaga yang ditompang oleh kekuatan oleh kekuatan prajurit. Pada masa ini agama Buddha masih dikembangkan sehingga muncul Sekte-sekte agama Buddha dan banyak pendidikan yang diselenggarakan di kuil.
            Sekolah Kristen mulai didirikan pada abad ke-16 oleh Fransiskus Xaverius seorang misionaris dari Portugal. Dia membawa hasil-hasil peradaban Eropa pada zaman itu diantaranya alat musik. Di dalam sekolah Kristen ini orang Jepang diperkenalkan pada ilmu perbitangan, Ilmu bumi, dan Kedokteran Eropa. Selain itu, para misionaris dari Portugis banyak yang mendirikan sekolah-sekolah pada pemuda Jepang diantaranya sekolah SD di Kyushu, SMP di Kyushu dan Nagoya, sekolah yang mengajarkan Matematika dan Ilmu di Kyoto. Mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah tersebut diantaranya bahasa latin, bahasa Portugis, Musik barat, Melukis, Memahat, dan sebagainya. Selain mata pelajaran tersebut ada juga pelajaran bahasa dan sejarah Jepang untuk menarik minat para pemuda-pemuda Jepang. Tetapi, sekolah-sekolah ini lenyap pada abad ke-17 disebabkan oleh penindasan besar-besaran kepada agama Nasrani oleh Shogun Tokugawa.
            Pada jaman Edo yaitu kira-kira pertengahan abad ke-18, pemerintahan memperluas perlindungan terhadap sekolah swasta yang didirikan oleh Hayashi Razan. Lembaga ini menjadi sebuah lembaga yang diawasi langsung oleh pemerintah Shogun dan diberi nama Shoheizaka Yakumonzo. Sepanjang waktu berjalan sekolah-sekolah swasta diberi perlindungan sampai perkembangan menjadi kira-kira 200 buah. Pada masa ini berkembang sekolah-sekolah yang didirikan di kuil-kuil yang disebut dengan terakoya.
            Pada zaman meiji, sistem pendidikan sekolah modern jepang berkembang amat pesat. Sekolah-sekolah yang sudah ada diperluas dan jumlah Terakoya juga bertambah. Lembaga-lembaga pendidikan swasta kecil menjadi banyak diantaranya Universitas Keio di Tokyo yang masih bertahan sampai sekarang. Universitas Jepang modern yang pertama didirikan oleh pemerintah pada tahun 1887 adalah Todai ( singkatan dari Tokyo Daigaku atau Universitas Tokyo) mengikuti pola system sekolah Prancis. Pada zaman ini Jepang dibagi menjadi 8 ( delapan) daerah akademik.
            Jepang mengalami beberapa pembaruan dalam system pendidkan (Kyoiku kaikaku) pada tahun 1946. Pembaruan tersebut diantaranya :
a. Pendidikan wajib atau gimu kyoiku yang pada tahun 1900 adalah 4 (empat) tahun kemudian pada tahun 1907 berubah menjadi 6 (enam) tahun dan setelah reformasi pendidikan selanjutnya menjadi 9 (sembilan) tahun.
b.  Waktu belajar disekolah menengah dan atas yang masing-masing menjadi 3 (tiga) tahun.
c.  Diselenggarakannya sekolah dengan jenjang yang lebih atas yaitu perguruan tinggi pada tahun 1948.
d. Berlakunya sistem belajar 5 (lima) hari untuk SD s/d SMA. Hal ini ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan pengalaman di masyarakat atau untuk lebih bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya.
2.2  Pembelajaran Matematika di Jepang
Pengajaran matematika di Jepang relatif berbeda. Kelas dimulai dengan pengantar singkat, kemudian guru menyajikan satu soal yang cukup sulit dan tidak mengajarkan siswa cara memecahkan soal tersebut. Para siswa lalu mengerjakan sendiri soal tersebut, baik mandiri maupun berkelompok, sambil diawasi oleh guru yang berkeliling untuk melihat berkembangan dan memberikan saran-saran. Setelah sepuluh atau 15 menit, salah seorang siswa diminta untuk mempresentasikan apa yang diperolehnya di depan kelas, dengan masukan dari guru jika siswa tersebut mengalami hambatan. Matematika jepang memberikan kebebasan    pola pikir dalam menyelesaikan masalah kepada anak. Kesalahan yang terjadi pada anak dibiarkan dan dijadikan proses alamiah dalam menemukan pola pikir itu. Guru memberikan sebuah permasalahan untuk dipecahkan anak sesuai dengan pola pikirnya.
Dalam sebuah kelas di Jepang, anak-anak bisa jadi menghabiskan seluruh waktu pembelajaran di kelas untuk mendemonstrasikan dan mendiskusikan beragam solusi yang mereka identifikasi terhadap suatu persoalan. Dengan melihat pada suatu persoalan dari berbagai perspektif, dan menilai proses berpikir dalam diri mereka sendiri, serta mengoreksi miskonsepsi yang telah mereka buat, mereka belajar berpikir secara lentur atau fleksibel. Bukannya belajar dengan semata-mata menerapkan serangkaian aturan yang tidak sepenuhnya mereka pahami, atau memecahkan sejumlah besar persoalan yang sama dengan rumus algoritma yang sama, para siswa belajar untuk sampai pada pemahaman akan beragam strategi untuk memecahkan persoalan. Tidak mengherankan bahwa akhirnya mereka pun mampu menerapkan apa yang telah mereka pelajari tersebut dalam situas-situasi baru yang mereka hadapi.
Pembelajaran matematika, terutama di SD dan SMP di Jepang juga sangat menarik, guru-guru selalu menyiapkan bahan belajar yang sangat sederhana, misalnya kertas, gunting, jepitan pakaian, atau bahan lain yg gampang sekali ditemukan. Alat peraga digunakan untuk membantu membentuk pola pikir anak.
Misalnya seorang guru di SD affiliation Tsukuba University mengajar anak kelas 5 SD bilangan berderet dengan bahan kertas dan gunting. Dengan prinsip `melipat dan menggunting` anak-anak belajar bilangan berderet secara menyenangkan.
Yang menarik guru sama sekali tidak menggurui dengan memberitahukan jawabannya secara langsung, tetapi seakan-akan beliau tidak tahu, dan meminta siswa untuk menjelaskan. Melalui cara ini, saya dapat menangkap bahwa anak-anak Jepang sangat kaya ide. Pepatah `banyak jalan menuju Roma` berlaku di sini. Dan Pak Guru sama sekali tidak pernah mengatakan `salah`, yang dia ucapkan malah kalimat `naruhodo`, yang artinya `Oh, saya baru tahu ! Kalimat ini menurut saya membangkitkan suatu kebanggaan tersendiri bagi seorang anak. Suatu pujian yang bisa diartikan `kamu bisa, Nak !`
Ada 3 prinsip mengajar guru-guru di Jepang, yaitu
1. Tanoshii jugyou (kelas harus menyenangkan)
2. Wakaru ko (anak harus mengerti)
3. dekiru ko (anak harus bisa)
Melalui model pembelajaran seperti itu, kita dapat melihat bagaimana anak-anak di Jepang diajari untuk menganalisa sebuah permasalahan, atau menemukan pemecahannya, tanpa dijejali dengan rumus itu rumus ini. Mereka baru diajari rumus /teori belakangan, setelah mereka paham asal-usul sebuah teori, dan bisa menggunakannya di kehidupan sehari-hari. Mereka juga tidak diajari banyak hal, sedikit saja yang penting mengerti.
Pendekatan pembelajaran matematika di Jepang yang diamanatkan oleh standar isi adalah pemecahan masalah. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Pembelajaran matematika di Jepang berdasarkan masalah kontekstual. Hal ini dapat terlihat dari buku pelajaran matematika di Jepang menggunakan gambar asli tempat, benda dan hal-hal lain yang memiliki relativitas dengan isi atau pelajaran yang disajikan dalam buku. Buku pelajarannya berwarna-warni dan memiliki banyak foto dan gambar.
2.3  Kurikulum Pendidikan Sains di Jepang
Kurikulum pendidikan sains di Jepang telah mengalami beberapa kali perubahan.
  1. Pada tahun 1955, kurikulum pendidikan setelah PDII disusun, kurikulum ini merupakan kurikulum yang paling padat dan memuat pengetahuan yang paling banyak dibandingkan dengan kurikulum-kurikulum berikutnya.
  2. Pada tahun 1967, kurikulum pendidikan Jepang menerima metode Investigative Learning, yang karenanya materi pengajaran menjadi sedikit, hanya bagian-bagian yang sesuai dan memungkinkan dilakukannya kegiatan investigative saja yang dimuat di dalam kurikulum ini.
  3. Tahun 1977 kurikulum diubah lagi. Kali ini mendapat pengaruh ゆとり(artinya pendidikan yang tidak membebani siswa). Dengan pengaruh ini semua siswa dites, berdasarkan hasil tes ini bagian dari kurikulum yang dianggap sulit dibuang, dengan demikian isi kurikulum berkurang lagi.
  4. Tahun 1988 terjadi perubahan pandangan pada kalangan pendidikan di Jepang. Pada saat ini kegiatan hands-on dianggap penting. Maka dalam kurikulum hanya topic-topik yang bisa dihands-on kan saja yang dimuat, bagian yang tidak memungkinkan kegiatan hands-on tidak dimuat di dalam kurikulum.
  5. Kurikulum yang dipakai sekarang ini merupakan kurikulum yang disusun pada tahun 1998. Dibandingkan dengan kurikulum lainnya, kurikulum ini merupakan yang paling sedikit dan paling ringan muatannya. Kurikulum ini mendapat kritikan dari kalangan pengusaha seperti Toyota dan Sharp. Mereka menganggap kurikulum yang sekarang ini tidak memberikan kesempatan belajar yang cukup bagi anak-anak berbakat. Anak-anak yang cemerlang dianggap tidak mendapat tantangan yang cukup dari kurikulum yang sekarang ini. Oleh karena itu, tahun 2008 mungkin kurikulum ini juga akan mendapat perubahan lagi.
Kurikulum pendidikan Sains yang sekarang ini dilaksanakan di Jepang memiliki 4 hal penting yang menjadi point of view dari evaluasinya, yaitu:
  1. Interest and respect in the learning
  2. Scientific thinking
  3. Skill of techniques in observation and experiment
  4. Having knowledge of natural phenomenon
2.4  SISTEM PENDIDIKAN JEPANG
Sistem pendidikan di Jepang dibangun atas empat tingkat, yaitu: pusat, perfektual (antara Provinsi dan Kabupaten), municipal (antara Kabupaten dan Kecamatan), dan sekolah. Sistem administrasi tersebut menerapkan kombinasi antara sentralisasi, desentralisasi, Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management), dan partisipasi masyarakat. Di samping itu, terdapat asosiasi-asosiasi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua yang mendukung pengembangan sekolah. Dalam sistem tersebut terdapat peran dan hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, seklah, asosiasi-asosiasi tersebut, dan masyarakat yang saling mengisi sehingga tercipta sinergi yang memungkinkan sistem tersebut menjadi relatif efisien dan efektif. Hal ini merupakan faktor utama pencapaian mutu pendidikan di Jepang yang relatif tinggi.
Adapun sistem pendidikan umum di Jepang ditetapkan lebih dari satu abad yang lalu dan keberadaannya berlangsung lebih lama dari pada kebanyakan negara. Sistem pendidikan Jepang pada dasarnya adalah Sekolah Dasar (SD) 6 (enam) tahun, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 (tiga) tahun, Sekolah Menengah Atas (SMA) 3 (tiga) tahun, Universitas 4 (empat) tahun, dan Lembaga Pendidikan Tinggi 2 (dua) tahun. Wajib belajar adalah dari SD sampai SMP. Untuk masuk SMA dan Universitas pada dasarnya harus mengikuti ujian masuk. Selain sekolah tersebut, ada sekolah kejuruan atau sekolah khusus yang menampung lulusan SD atau SMP. Sekolah ini mengajarkan keterampilan khusus. Di samping beberapa jenjang pendidikan tersebut, di Jepang juga terdapat program pendidikan prasekolah, baik dalam bentuk Taman Kanak-Kanak (TK) maupun Play Group (PG).
Jika dilihat dari pengelola sekolah, dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu Sekolah Negeri adalah sekolah yang dikelola pemerintah, Sekolah provinsi adalah sekolah yang dikelola pemerintah daerah, Sekolah Swasta adalah sekolah yang dikelola badan hukum. Sedangkan apabila dilihat dari tahun ajarannya, seklah dimulai bulan April dan berakhir pada bulan Maret tahun berikutnya
2.5  SEKOLAH DI JEPANG
Pendidikan Jepang mengalami perubahan besar bersamaan dengan revormasi pendidikan stelah perang dunia II diantaranya system pendidikan, isi mata pelajaran yang berbeda sama  sekali pada waktu sebelum perang dunia II. System pendidikan di  Jepang tidak berbeda dengan system pendidikan di Indonesia yaitu SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, dan Perguruan Tinggi 4 tahun. Pada umumnya di Jepang sekolah berdiri dari 3 (tiga) semester dimana semester 1 mulai pada bulan April – Juli, semester 2 mulai pada bulan September – Desember dan semester  3 pada bulan Januari - Maret.
1) Pendidikan Prasekolah
Pendidikan prasekolah dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu Kelompok Bermain (KB) atau Play Group (PG) dan Taman Kanak-Kanak (TK).
Play Group (PG) adalah merupakan fasilitas yang disediakan bagi para orang tua yang bekerja sehingga tidak dapat mengasuh anaknya di siang hari. Pendaftaran murid baru dimulai setiap awal Januari. Permohoman untuk masuk ke PG ini dilakukan di kantor pemerintahan setempat karena terbatasnya jumlah tempat untuk masuk ke kelompok bermain ini.  
TK di Jepang menerima murid berusia 3 sampai 5 tahun untuk lama pendidikan 1 sampai 3 tahun. Anak berusia 3 tahun diterima dan mengikuti pendidikan selama 3 tahun, sedangkan anak berusia 4 tahun mengikuti pendidikan selama 2 tahun dan bagi pendaftar berusia 5 tahun hanya menempuh pendidikan prasekolah selama 1 tahun.[1][1][5] Lebih dari 50% TK di Jepang dikelola oleh swasta, sisanya oleh pemerintah kota dan hanya sebagian kecil yang merupakan TK Negeri. Meski demikian, semua TK adalah pendidikan prasekolah di bawah naungan Departemen Ilmu Pengetahuan Pendidikan dan Kebudayaan yang dikelola berdasarkan hukum pendidikan.
TK atau yang disebut youchien bertujuan untuk mengasuh anak-anak usia dini dan memberikan lingkungan yang layak bagi perkembangan jiwa anak. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa cara yang dilakukan, antara lain: (1) Merancang pendidikan yang mengembangkan fungsi tubuh dan jiwa secara harmoni melalui pembiasaan pola hidup yang sehat, aman, dan menyenangkan; (2) Menumbuhkan semangat kemandirian, kehidupan berkelompok yang penuh kegembiraan dan kerjasama; (3) Mengenalkan kehidupan sosial dan membina kemampuan bersosialisasi; (4) Mengarahkan penggunaan bahasa dengan benar serta menumbuhkan minat berkomunikasi dengan sesama; (5) Mengarahkan minat untuk berkreasi melalui pembelajaran musik, permainan, menggambar dan lain-lain.
2)  Sekolah Dasar
Sekolahdasarataushogakkomerupakansekolahdasar yang diperuntukkanpadamasyarakatjepang yang selamamasaperangduniabernamakokumingakko (sekolah Rakyat).KemudianberalihnamamenjadishogakkosejakpemerintahanMeijinpadatahun 1947 dalamreformasipendidikansetelahperang. Lama sekolah di SD Jepangsamadengan SD di Indonesia, yaitu 6 tahun. Dalamsatusekolahdasarterdapatsekitar  30hingga 40 orang siswa.
   Di Jepang, setiapanak yang sudahmenginjakusia SD sudahditentukandimanadiaharusbersekolah berdasarkanalamattempattinggalnyadisuatudistrik. Dengan kata lain, setiap orang tuatidakbolehmenyekolahkananaknyakedistrik yang lain kecualiuntuksekolahswasta.
   Kurikulumsekolah di Jepangmengikutitigaaspek, yaitu subjects ( kamoku), pendidikan moral (dotokukyoiku), danekstrakurikuler. Pendidikan moral di Jepangberupabimbingandankonselingselamasatu jam pelajarandalamseminggu yang dilakukanoleh guru walikelas. Tidakadapenilaianataunilairaporuntukmatapelajaranini.
   EkstrakurikulerberupakegiatanOlahraga, seni, kegiatan OSIS atauEvent sekolah.Kurikulumpendidikansekolahasal di Jepangdan di Indonesia jauhberbeda.Untuksiswa SD kelas 1-3, bobotkegiatanolahragasangatbesar, hamper tiapharimatapelajaranolahragadiberikanuntukkegiatanakademikberlagsungdaripukul 8 pagisampai 3 sore dandiselingiistirahatdanmakansiangbersama. Dan kebanyakansiswa SD tidaklangsungpulang, tetapimerekamengikutikegiatanatauaktivitassekolahatauekstrakulikuler.Hampir 50% siswakelas 5 dan 6 pergikejuku (semacam les) setelahpulangdarisekolah.
WAKTU
KEGIATAN
8.30 – 8.45
Apel pagi
8.45 – 9.30
Kelas pertama
9.40 – 10.25
Kelas kedua
10.45 – 11.30
Kelas Ketiga
11.40 – 12.25
Kelas keempat
12.25 – 13.05
Makan siang
13.05 – 13.25
Istirahat
13.25 – 13.45
Membersihkan Kelas
13.45 – 14.20
Kelas Kelima
14.35 – 15.20
Kelas Keenam
15.20 – 15.30
Pemberian Tugas (PR)
15.30 – 17.00
Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan belajar siswa tidak hanya dalam ruangan. Secara berkala diadakan kegiatan kunjungan ke tempat bersejarah, lahan pertanian/perkebunan untuk belajar memetik teh, jeruk, menggali umbi-umbian bahkan belajar menanam padi di sawah. Untuk melatih kemandirian siswa juga diajarkan bagaimana cara naik kereta (densha). Selain itu, diadakan juga kegiatan wawancara kepada orang-orang tertentu sebagai narasumber dan kemudian mereka diberi tugas membuat penelitian-penelitian kecil untuk dipresentasikan di depan kelas.
Akhir semester orang tua siswa diundang ke sekolah untuk bertemu satu-persatu dengan guru kelasnya. Guru kelas memberikan informasi tentang aktivitas belajar anak, meliputi interaksi dengan teman sekelasnya, teman dekatnya, keterampilan mampun kemampuan di sekolah. Selain itu, kegiatan yang disebut “jugyosanka” di mana orang tua siswa diperbolehkan ikut bersama dengan anaknya dalam ruang kelas untuk belajar dan berpartisipasi selama jam pelajaran tertentu.
3) Sekolah Menengah
Sebelum tahun 1947, sistem pendidikan untuk Sekolah Menengah dan Atas di Jepang berkisar selama 5 (lima) tahun untuk Sekolah Menengah dan 2 (dua) tahun untuk Sekolah Atas, tetapi setelah perang tepatnya tahun 1947 berubah menjadi masing-masing 3 tahun. Seperti halnya SD, anak usia SMP pun harus masuk sekolah yang telah disediakan di daerahnya. Hal ini terkait karena untuk SD ataupun SMP negeri di Jepang gratis dan tanpa tes. Siapapun, anak-anak wajib masuk ke Sekolah sampai jenjang SMP (wajib belajar 9 tahun). Selain SMP negeri ada juga SMP swasta yang biasanya iuran sekolahnya sangat mahal dan harus mengikuti tesnya yang lumayan berat.
Kegiatan sekolah dimulai dari pukul 8.50 pagi dan selesai sekitar jam 4 sore setiap harinya. Makan pun biasanya disediakan dalam pihak sekolah. Setiap hari setelah selesai pelajaran para siswa membersihkan ruangan masing-masing bersama-sama dengan guru. Setelah itu, para siswa mengikuti ekstrakurikuler. Mulai dari olahraga (basket, baseball, bola voli, dsb), musik, melukis dan beberapa ekstrakurikuler lainnya. Dan baru pulang kerumah sampai jam 7 – 8 malam. Untuk kegiatan ekstrakurikuler ini ditarik bayaran sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, baju seragam olahraga, sepatu, dll.
Mata pelajaran SMP di Jepang dari Bahasa Inggris (eigo), IPS (shakai), IPA (rika), Bahasa Jepang (kokugo), Olahraga (tai iku), Musik (Onggaku), Matematika (Shugaku), Kesenian dan Keterampilan, mulai dari menjahit, memasak, membuat rak buku, dan sebagainya.
Di tingkat SMP dan SMA, terdapat 2 kali ujian, yaitu Ujian Tengah Semester (chuukan tesuto) dan Ujian Akhir Semester (kimatshu tesuto). Di beberapa prefektur Ujian Akhir dilaksanakan serentak selama 3 hari, dengan materi ujian dibuat oleh sekolah berdasarkan standar dari Educational Board di setiap prefektur. Penilaian kelulusan dari setiap siswa SMP dan SMA tidak berdasarkan hasil ujian akhir, tetapi akumulasi dari nilai tes sehari-hari, ekstrakurikuler, Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester. Dengan sistem seperti ini, hampir 100% siswa naik kelas atau dapat lulus.
Siswa lulusan SMP dapat memilih 2 SMA yang diminatinya, tetapi mereka harus mengikuti Ujian masuk SMA yang dibuat oleh Educational Board di setiap prefektur. SMA dikelompokkan dengan pengelompokkan A, B. Pengelompokkan tersebut dibuat dalam proses memilih SMA. Setiap siswa dapat memilih 1 sekolah di kelompok A dan 1 sekolah di kelompok B jika siswa lulus dalam kelompok A, maka secara otomatis dia gugur dari kelompok B.
Dalam memilih SMA, siswa berkonsultasi dengan guru, orang tua atau disediakan lembaga khusus di Educational Board yang bertugas melayani konsultasi dalam memilih Sekolah. Ujian masuk pun hampir serentak di seluruh Jepang dengan bidang studi yang sama, yaitu Bahasa Jepang, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Sosial, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Karena SMA bukan merupakan wajib belajar maka dalam tingkat ini, siswa dapat memilih sekolah di distrik atau di daerah lain.
4) Sekolah Menengah Atas
   Siswa SMA di Jepang tidak mengikuti Ujian Kelulusan secara nasional, tetapi mengikuti ujian yang diadakan oleh prefektur tempat di mana sekolah itu berada. Hal tersebut dikarenakan angka Drop Out siswa SMA meningkat di tahun 1990-an sehingga kelulusan hanya berdasarkan dari ujian harian saja.
   Untuk masuk Universitas, siswa lulusan SMA diharuskan mengikuti ujian masuk Universitas yang berskala nasional. Ini yang dianggap (jigoku= neraka) oleh sebagian besar siswa SMA. Sebagian dari mereka memilih untuk belajar di Juku (les/bimbingan belajar) untuk dapat lulus dari Ujian masuk Universitas. Ujian masuk PT dilakukan 2 tahap. Pertama secara nasional di mana soal Ujian disusun oleh kementerian Pendidikan dalam mata pelajaran yang diujikan, terdiri dari 5 (lima) mata pelajaran. Selanjutnya siswa harus mengikuti Ujian Masuk yang dilakukan oleh masing-masing Universitas, tepatnya Ujian Masuk di setiap fakultas. Skor kelulusan adalah akumulasi dari Ujian masuk nasional dan Ujian dari setiap PT. Seperti halnya di Indonesia, Skor hasil SNMPT tidak diumumkan, tetapi jawaban Ujian diberitakan melalui koran, TV atau Internet, sehingga siswa dapat mengira-ngira sendiri berapa total skor yang didapat.
   Siswa yang memilih Universitas dengan skor tinggi tetapi skornya tidak memadai, dapat mengacu ke pilihan universitas ke-2. Namun jika skornya tidak mencukupi maka siswa tidak dapat masuk Universitas. Selanjutnya dia dapat mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Swasta/menjalani masa Ronin (menyiapkan diri untuk mengikuti Ujian Masuk di tahun berikutnya ) di yobiko.
   Penilaian mutu pendidikan di Jepang, dilakukan dengan menstandarkan Ujian Masuk SMA dan Perguruan Tinggi. Sistem ini dapat berjalan karena pemerintahan di Jepang berusaha maksimal untuk menyamakan kondisi pendidikannya, dalam arti menyediakan infrastruktur yang sama untuk setiap jenjang pendidikan di daerah.
   Pendidikan tingkat ini terbagi atas 3 jenis kelas :
A.      Full Time
Berlangsung selama 3 tahun penuh, sesuai dengan Sekolah Menengah Atas pada umumnya dan rata-rata siswa Jepang memilih pendidikan Full Time seperti ini. Siswa dituntut harus mengikuti 80 kredit mata pelajaran, siswa kelas satu harus mengikuti mata pelajaran wajib, sedangkan untuk siswa kelas dua dan tiga diperbolehkan memilih 4 mata pelajaran wajib ditambah 14 kredit mata pelajaran sesuai dengan kebutuhannya pada perencanaan karier masa depannya.
B.      Part Time 
Pendidikan ini diberikan pada waktu malam hari disesuaikan dengan waktu yang dimiliki mahasiswa yang mengikuti kerja part time dan dianggap setara dengan Diploma dan memakan waktu lebih dari 3 tahun. Jenis pendidikan ini hanya berlaku di universitas pada kelas-kelas karyawan seperti di Indonesia. Part Time pada pendidikan Jepang terbagi menjadi dua kelas yaitu:
● Daytime Part Time Course
Siswa dinyatakan lulus apabila telah mengambil mata kuliah sebanyak 74 kredit. Dalam menempuh pendidikan tersebut siswa dapat menghabiskan waktu selama empat hingga 6 tahun dibangku sekolah, mata pelajaran yang ditawarkan berupa mata pelajaran berupa pilihan dengan sistem belajar menyerupai pola pembelajaran di universitas dimana siswa tersebut menentukan sendiri mata pelajaran yang akan diambil pada setiap semesternya. Sehingga jenis pendidikan ini dapat dikatakan setara dengan Diploma.
Evening Part Time Course
Siswa dinyatakan lulus apabila telah menempuh 74 kredit mata pelajaran sama seperti pendidikan Daytime Part Time Course dengan lama waktu pendidikan sekitar tiga hingga 4 tahun. Jenis pendidikan ini diperuntukan bagi siswa yang bekerja pada siang hari sehingga siswa dapat mengambil kelas pada waktu sore ataupun malam disesuaikan dengan waktu kerjanya.
C.   Correspondence
Jenis pendidikan ini merupakan kombinasi antara Full Time dan Part Time dengan menawarkan cara pembelajaran yang khas yaitu siswa tidak perlu setiap hari menghadiri pelajaran dikelas dan cukup hadir tiga kali dalam satu bulan dengan kredit yang harus dikumpulkan sebanyak 74 kredit, course ini juga diperuntukan bagi siswa yang hanya ingin sekedar belajar dan meningkatkan pengetahuan tanpa berniat untuk mendapatkan ijazah atau kelulusan. Rata-rata yang mengambil course ini siswa-siswa yang berusia sekitar 15-30 tahun.
Tugas siswa pada course ini lebih ditingkatkan pada pembelajaran sendiri dirumah. Siswa diberikan tugas-tugas yang diselesaikan dirumah berdasarkan buku panduan, dengan tetap mengikuti ujian pada tiap-tiap semester. Tugas membuat laporan menentukan nilai siswa tersebut dan tugas dikirimkan melalui pos ke sekolah dan guru akan segera menilai hasil pekerjaan yang dibuat oleh siswa-siswanya. Setelah pemeriksaan guru akan mengirim balik hasil tugas tersebut disertai dengan penilaian. Untuk mendaftar pada jenis pendidikan ini setiap calon siswa harus mengikuti tes.
 Jurusan pada SMA di Jepang dikategorikan kedalam beberapa jenis yaitu jurusan umum (akademis), pertanian, teknik, perdagangan, perikanan, ekonomi, dan perawatan. Semua jursan tersebut disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di negara tersebut.
5) Perguruan Tinggi
Pada zaman sebelum perang dunia II, jumlah perguruan tinggi di Jepang sangat sedikit dan yang mengikuti pendidikannya pun terbatas hanya dari golongan elit saja. Tetapi setelah tahun 1960, banyak orang Jepang yang melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi sehingga perguruan tinggi pada waktu itu menjadi sesuatu yang lumrah. Bersamaan dengan itu, jumlah perguruan tinggi pun bertambah dengan pesat tanpa memperhatikan fasilitas ataupun kondisi sehingga banyak perguruan tinggi yang fasilitasnya tidak mencukupi atau perguruan tinggi yang sempit. Selain itu, biaya pun lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara lain.
Kebanyakan orang bilang bahwa Universitas di Jepang sulit masuknya, tetapi mudah lulusnya. Hal ini disebabkan karena tingkat persaingan untuk masuk ke Universitas yang diharapkan, biasanya merupakan Universitas ternama yang sangat sulit. Masyarakat Jepang dikenal dengan sebutan gakurekishakai di mana masyarakatnya memiliki pola pikir apabila masuk ke sekolah-sekolah terbaik maka masa depan mereka cerah karena akan dapat bekerja di perusahaan yang bagus. Inilah yang menyebabkan setiap orang Jepang mengharapkan dan menginginkan masuk ke sekolah ternama. Inilah yang menyebabkan persaingan untuk masuk ke Universitas ternama sangat sulit.
       Lulus dari sebuah perguruan tinggi di Jepang dapat dibilang mudah, karena tanpa susah payah SKS yang diperlukan untuk lulus dapat diperoleh. Sehingga muncullah sebutan-sebutan untuk Universitas di Jepang misalnya jinsei no ichidai kyuukeijo (tempat beristirahat sekali dalam seumur hidup), jinsei no moratoriamu (moratorium dalam hidup), rela-rando/resort land (tempat rekreasi), shuushoku e no tsuukaten (tempat peralihan sebelum masuk ke dalam masyarakat), dan sebagainya.
Seperti di Indonesia, perguruan tinggi di Jepang terdiri dari perguruan tinggi negeri dan swasta. Perguruan tinggi swasta lebih banyak dibanding perguruan tinggi negeri. Hampir sekitas 75% perguruan tinggi yang ada di Jepang merupakan perguruan tinggi swasta. Tetapi bantuan dari pemerintah terhadap perguruan tinggi swasta tahun demi tahun berkurang. Oleh karena itu perguruan tinggi swasta menaikkan biaya kuliah dan melaksanakan usaha-usaha yang bisa mendatangkan keuntungan.
Pada tahun 2002, dari 99 PTN yang ada, turun menjadi 60. Tetapi karena berkembangnya tanki daigaku (D2) menjadi S1 dan juga bertambahnya perguruan tunggu baru maka pada tahun 2005 jumlah perguruan tinggi di Jepang mencapai 702 perguruan tinggi. Penduduk Jepang yang berusia 18 tahun terus mengalami penurunan dari 2.050.000 pada tahun 1991 menjadi 1.370.000 pada tahun 2005 akibatnya ada beberapa perguruan tinggi yang mengalami kebangkrutan.
Sekarang ini warga Jepang yang melanjutkan ke perguruan tinggi kita-kita 49%, kira-kira satu dari dua orang anak melanjutkan ke perguruan tinggi. Persentase ini 30% lebih tinggi dibandingkan masa orang tua mereka. Ini dikarenakan jumlah anak dalam satu keluarga Jepang sedikit sehingga orang tua leluasa membiayai mereka sampai ke perguruan tinggi. Di samping itu karena krisis moneter maka jumlah lulusan SMA yang bekerja menurun dan selain itu kesadaran akan pentingnya meneruskan ke perguruan tinggi pun semakin tinggi.
Ada tiga jenis pendidikan pada Perguruan Tinggi Jepang :
A.  Universitas
Pada universitas terdapat pendidikan untuk menempuh gelar sarjana S1 bergelar Bachelor’s Degree ditempuh selama 4 tahun (untuk mahasiswa kedokteran dan dokter gigi menempuh pendidikan selama 6 tahun) dan Pascasarjana S2 Master’s Degree ditempuh selama 2 tahun dan S3 Doctor’s Degree ditempuh selama 5 tahun.
B.  Junior College
Membutuhkan waktu sekitar tiga hingga 4 tahun masa pendidikan bagi para lulusan SMA. Junior College cukup memenuhi setengah dari kredit yang harus ditempuh Bachelor’s Degree. Calon-calon mahasiswa Universitas dan Junior College dipilih berdasarkan hasil ujian serta prestasi calon-calon mahasiswa ketika berada di SMA. Untuk universitas negri calon-calon mahasiswa dipilih berdasarkan dua tahap penyeleksian yaitu tes gabungan kecakapan dan ujian masuk universitas sebagai tahap akhir penyeleksian.
C. Technical College
Dapat diambil bagi calon mahasiswa yang tamat pendidikan SMP. Technical College menghasilkan lulusan-lulusan tenaga teknisi.
Bagi mahasiswa asing disajikan lima jenis pemilihan pendidikan yaitu :
1.   Program Sarjana : Ditempuh selama 4 tahun seperti pendidikan pada universitas reguler umumnya sedangkan jurusan kedokteran harus menempuh pendidikan selama 6 tahun.
2.   Pascasarjana : Terdiri atas program Master, Doktor, Mahasiswa Peneliti (mahasiswa yang diizinkan selama satu semester ataupun 1 tahun melakukan penelitian tanpa memperoleh gelar), Mahasiswa Pendengar, dan Pengumpul Kredit mata kuliah.
3.   Diploma : Menempuh pendidikan selama 2 tahun. 60% dari program ini diperuntukkan bagi pelajar perempuan dan mengajarkan bidang-bidang seperti kesejahteraan keluarga, sastra, bahasa, kependidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.
4.  Special Training Academy : Merupakan lembaga pendidikan yang mengajarkan bidang-bidang khusus seperti ketrampilan dalam membuka usaha dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dengan lama pendidikan 1-3 tahun.
5.  Sekolah Kejuruan : Program khusus bagi tamatan SMP dengan masa pendidikan 5 tahun dengan tujuan menghasilkan teknisi-teknisi yang handal dan mau mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntutan zaman.
2.6  LEMBAGA PENGELOLA
Pendidikan di Jepang dipegang tiga lembaga pengelolaan yaitu :
1.      Pemerintah Pusat
2.      Pemerintah Daerah
3.      Swasta.
Dengan sistem admistrasi pendidikan dibangun atas empat tingkatan yaitu :
1.      Sistem administrasi pusat
2.      Sistem administrasi prefectural (Provinsi dan Kabupaten)
3.      Sistem administrasi municipal (Kabupaten dan Kecamatan)
4.      Sistem administrasi sekolah.
     Masing-masing sistem administrasi tersebut memiliki tingkatan dan perananya dan kewenangannya masing-masing untuk saling mengisi dan berkerjasama dalam mengatur setiap sistem administrasi pada pendidikan Jepang. Di samping itu terjalin kohesi yang baik antara pemerintah, kepala sekolah, guru, murid dan orang tua sehingga dukungan terhadap perkembangan dan kemajuan pendidikan berlangsung dengan baik.
     Selain itu bisa dikatakan bahwa sistem pendidikan pada negara Jepang memiliki kemiripan pada sistem pendidikan di negara kita dimana jenjang pendidikannya melalui 4 tahap secara umum yaitu 6-3-3-4 artinya siswa harus melewati 6 tahun untuk tahap pendidikan dasar, 3 tahun Sekolah Menengah Pertama, 3 tahun Sekolah Menengah Atas, 4 tahun Perguruan Tinggi. Hal tersebut dikarenakan karena negara kita merupakan negara bekas jajahan Jepang sehingga sebagian sistem pendidikan negara Jepang masih diterapkan di negara kita dengan sedikit perubahan dimana negara kita lebih memfokuskan pada pelajaran logika dan penilaian hasil akhir semester sebagai penentu kelulusan siswa sedangkan di negara Jepang lebih difokuskan pada pengembangan watak kepribadian dalam kaitannya terhadap kehidupan sehari-hari dan penilaian ditentukan oleh guru/dosen kelas dengan melihat kinerja belajar siswa sehari-hari sebagai penentu kelulusan.
2.7 REFORMASI PENDIDIKAN JEPANG
Menurut Hara Kiyoharu (2007), reformasi pendidikan di Jepang telah berlangsung tiga kali yaitu, reformasi pada masa restorasi Meiji, reformasi sesudah PD II, dan reformasi menuju abad 21.
Reformasi pertama pada masa Meiji (1872-1890) membawa pendidikan di Jepang memasuki masa modern dengan diterapkannya sistem persekolahan yang terstruktur dan kesempatan luas bagi warganegara untuk mengakses pendidikan. Tetapi pendidikan pada masa ini masih terkotak-kotak antara pendidikan elitis dan pendidikan orang kebanyakan. Selanjutnya pada era Taishō (1912-1926) diperkenalkan pula pendidikan liberal yang dipengaruhi oleh paham liberalism yang berkembang di Amerika.
Reformasi sesudah perang intinya adalah penerapan wajib belajar dan penerapan pendidikan demokratis. Dengan adanya pembaharuan ini, jumlah siswa yang dapat mengakses pendidikan dasar meningkat dan pendidikan telah berubah dari pendidikan elit menuju pendidikan massal.
Reformasi ketiga dirancang oleh Chuuoukyouikusingikai dan Rinjikyouikusingikai, yaitu Tim Khusus yang ditunjuk oleh Perdana Menteri untuk membantu mencarikan pemecahan permasalahan pendidikan yang akan diusulkan kepada PM dan diterapkan oleh Menteri Pendidikan. Tahun 2001 Kementrian Pendidikan Jepang mengeluarkan rencana reformasi pendidikan di Jepang yang disebut sebagai “Rainbow Plan”.
1.      Mengembangkan kemampuan dasar scholastic siswa dalam model pembelajaran yang menyenangkan. Ada 3 pokok arahan yaitu, pengembangan kelas kecil terdiri dari 20 anak per kelas, pemanfaatan IT dalam proses belajar mengajar, dan pelaksanaan evaluasi belajar secara nasional
2.      Mendorong pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan terbuka melalui aktifnya siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan mutu pembelajaran moral di sekolah
3.      Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan, diantaranya dengan kegiatan ekstra kurikuler olah raga, seni, dan sosial lainnya
4.      Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan masyarakat.  Tujuan ini dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah secara mandiri, dan evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school councillor, komite sekolah yang beranggotakan orang tua, dan pengembangan sekolah berdasarkan keadaan dan permintaan masyarakat setempat.
5.      Melatih guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi, juga pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja guru, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya.
6.      Pengembangan universitas bertaraf internasional
7.      Pembentukan filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru, melalui reformasi konstitusi pendidikan kyouiku kihon hou) (MEXT, 2006).
Perubahan Jepang menjadi negara industri membawa dampak yang sangat besar dalam masyarakatnya. Negara Jepang yang mengalami kekalahan dalam PD II dan pada dasarnya tidak memiliki sumber daya alam yang memadai terpacu untuk membangun negerinya secara besar-besaran. Dapat dikatakan bahwa generasi kunci kemajuan Jepang adalah generasi yang lahir pada masa perang, atau kira-kira berumur 25-30 tahunan pada tahun 60-70an. Mereka mewarisi jiwa gambarism pendahulunya yang sukses menaklukkan beberapa negara di Asia.
Era 60-an ditandai pula sebagai era shinkansen, transportasi super cepat. Rel-rel dibangun melintasi wilayah Jepang sekalipun pada waktu itu banyak sekali protes dari masyarakat. Tetapi proyek shinkansen akhirnya membawa kemajuan ekonomi Jepang semakin pesat, sekaligus meningkatnya kompetisi dalam masyarakat Jepang yang semula dikenal sangat homogen.
2.8  MASALAH DALAM PENDIDIKAN JEPANG
Setelah perang dunia, perekonomian Jepang tumbuh dengan pesat dan pendidikan di Jepang pun mulai menjadi sorotan dunia. Tetapi setelah tahun 1980 masalah pendidikan seperti kekerasan di lingkungan sekolah (konai boryoku), berhenti sekolah (futoko), ijime, gakkyuuhokai, dan kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak menjadi masalah sosial yang sangat serius.
a. Gakkyu Hokai
Yang dimaksud dengan gakkyu Hokai bukan kondisi di mana siswa berlalu jalan-jalan ke sana ke sini ketika kuliah berjalan sehingga kuliah tidak berjalan, tetapi kondisi kelas yang tidak tertib yang disebabkan oleh hubungan kepercayaan antara siswa dan guru yang tidak begitu baik.
   Meningkatnya kasus bullying (ijime), bunuh diri, Drop Out di sekolah-sekolah, menyebabkan kepercayaan kepada guru merosot tajam. Berdasarkan hasil survei dan evaluasi kementerian pendidikan (MEXT) diketahui bahwa sebagian besar guru non-profesional adalah guru-guru senior, sekitar 40-50 tahun ke atas.
   Karena tingginya angka ketidakprofesionalan di kalangan guru senir, maka dirancanglah sebuah kebijakan yang bermaksud memperbaiki ketidakmampuan tersebut. Kebijakan yang dikenal sebagai shinmenkyo seido (new license system) yang mewajibkan guru untuk mengikuti sejumlah pelatihan yang diadakan dan dibiayai oleh MEXT atau The Board of Education di tingkat daerah setiap 10 tahun sekali.
   Salah satu kebijakan lain yang berkaitan dengan profesionalisme guru adalah keinginan pemerintah Jepang untuk membuat semakin banyak guru memiliki Master Degree. Saat ini terdapat 1.4% guru SD bergelar Master, 2.7% guru SMP, dan 10.6% guru SMA memiliki gelar Master.
   Program-program baru dibuka di Universitas untuk memfalisitasi rencana ini, dengan membuka kelas malam yang memungkinkan para guru untuk tetap aktif mengajar di sekolah masing-masing juga berkesempatan untuk mengikuti perkuliahan di Universitas. Beberapa guru dikirim atas biaya pemerintah daerah, namun sebagian besar guru belajar atau inisiatif pribadi.
b. Futoko
   Meskipun pendidikan Jepang adalah wajib sampai kelas sembilan (SMP), ada siswa yang tidak mau atau tidak bisa pergi ke sekolah sehingga mereka absen di sekolah dalam waktu yang lama, kondisi inilah yang disebut Futoko. Pada umumnya yang menjadi penyebab diantaranya faktor fisik seperti penyakit, ijime (kekerasan yang dilakukan oleh siswa lain), dan isu-isu pendidikan lainnya seperti kegagalan akademis dan menurunnya daya tarik dari sekolah.
c. Ijime
            Ijime merupakan suatu tindakan penganiayaan secara mental bahkan fisik kepada seseorang, biasanya banyak terjadi di SD. Siswa yang di ijime biasanya akan kehilangan kepercayaan diri, enggan pergi ke sekolah, karena diasingkan oleh teman-temannya, bahkan lebih parah lagi dia akan nekat melakukan bunuh diri. Siswa yang paling mudah untuk di ijime biasanya mereka yang dianggap berbeda di antara teman-temannya, seperti pemalu dan pendiam atau secara fisik terlihat berbeda, misalnya anak orang asing atau bahkan anak keturunan asing.
            Kasus ijime di Jepang menjadi masalah serius karena efek dari penganiayaan psikis ini seperti mengolok-olok, mencemooh, diasingkan sendiri, bisa berakibat trauma, dan paranoid dalam skala yang berkepanjangan dan tiada akhir, kasus bagi siswa yang terkena ijime ini biasanya tidak berpikir panjang dan banyak yang memilih untuk bunuh diri.
2.9 HUBUNGAN INTERNASIONAL PENDIDIKAN DI JEPANG
Pendidikan umum di Jepang tentang dunia internasional itu sangatlah minim dimana mereka tidak diajarkan bahasa asing yang benar sesuai standar, peta dunia, sejarah dunia, politik, ekonomi, dsb. Pendidikan mereka hanya berpusat di Jepang saja. Kalau pun orang Jepang mengetahui tentang dunia luar, itu hanya orang yg sering keluar negeri, kuliah bahasa asing/internasional, yg jumlahnya sedikit. Sejarah mereka pun ada yg tidak sebenarnya (ditutup-tutupi). Contohnya mereka tidak mengetahui kalau mereka pernah menjajah bangsa asing yaitu Indonesia.

























BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Tujuan pendidikan Jepang lebih mengarah pada pengembangan kepribadian individu secara utuh, menanamkan jiwa yang bebas dan bertanggungjawab, bertoleransi untuk menghargai antar individu. Dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip pendidikan yang ada di negara Jepang lebih bersifat  humanis bekaitan dengan kehidupan sehari-hari dan ilmunya benar-benar real dapat diaplikasikan dan dibutuhkan di kehidupan nyata.
Negara Jepang merupakan negara yang sukses dalam memajukan pendidikannya terlihat pada pengaturan sistem pendidikannya yang tertata dengan baik dimana seluruh lembaganya bekerjasama dan melaksanakan peranannya masing-masing secara optimal mulai dari lembaga administrasi, lembaga pendidikan, lembaga pengawas kurikulum dll. Serta adanya dukungan yang baik antara pemerintah, kepala sekolah, guru, murid dan orang tua yang turut berperan terhadap majunya pendidikan di negara tersebut. Kerjasama yang baik antar seluruh komponen negara inilah yang mampu membawa kesuksesan negara Jepang hingga mampu mencapai seluruh tujuan-tujuan pendidikan yang dicanangkannya kurang dari 25 tahun dan tercatat sebagai negara dengan kualitas dan sistem pendidikan terbaik se-Asia, sungguh prestasi yang mengagumkan.
Pendidikan wajib yang diberikan secara gratis di negara tersebut menandakan bahwa pemerintahan disana memang amat memperdulikan Sumber Daya Manusia di negaranya dan menjadi bukti bahwa sistem administrasi negara Jepang memang berjalan dengan baik dan bertanggungjawab terhadap pemenuhan kebutuhan negaranya termasuk memfasilitasi sarana dan prasarana yang bermutu dalam proses belajar mengajar.
Budaya disiplin waktu dan kerja keras negara Jepang yang sejak dahulu diajarkan dari leluhur-leluhur mereka selalu mereka tanamkan di dalam kehidupan sehari-hari turut berpengaruh pada kemajuan negara ini.
Kesuksesan dari negara maju inilah yang patut kita contoh bagi negara kita dimana harus ada kerjasama yang baik antar berbagai sistem yang ada di negara terutama sistem pendidikan yang kaitannya dengan peningkatan kualitas manusia. Apabila sistem-sistem tersebut berjalan dengan baik maka kemajuan suatu negara akan tercapai dan yang teramat penting perlu adanya pembinaan moral yang baik dalam setiap individu-individu suatu negara karena awal dari kesuksesan diawali dari karakteristik pribadi suatu bangsa.






























DAFTAR PUSTAKA


























PERTANYAAN

1.      (Dewi Anggraini)
Jelaskan 3 jenis perguruan tinggi di Jepang?
  1. (Esti Suryani Putri)
Jelaskan masalah pendidikan yag terjadi di Jepang?

Jawab
1.      A.  Universitas
Pada universitas terdapat pendidikan untuk menempuh gelar sarjana S1 bergelar Bachelor’s Degree ditempuh selama 4 tahun (untuk mahasiswa kedokteran dan dokter gigi menempuh pendidikan selama 6 tahun) dan Pascasarjana S2 Master’s Degree ditempuh selama 2 tahun dan S3 Doctor’s Degree ditempuh selama 5 tahun.
B.  Junior College
Membutuhkan waktu sekitar tiga hingga 4 tahun masa pendidikan bagi para lulusan SMA. Junior College cukup memenuhi setengah dari kredit yang harus ditempuh Bachelor’s Degree. Calon-calon mahasiswa Universitas dan Junior College dipilih berdasarkan hasil ujian serta prestasi calon-calon mahasiswa ketika berada di SMA. Untuk universitas negri calon-calon mahasiswa dipilih berdasarkan dua tahap penyeleksian yaitu tes gabungan kecakapan dan ujian masuk universitas sebagai tahap akhir penyeleksian.
C. Technical College
Dapat diambil bagi calon mahasiswa yang tamat pendidikan SMP. Technical College menghasilkan lulusan-lulusan tenaga teknisi.
2.      a. Gakkyu Hokai
Yang dimaksud dengan gakkyu Hokai bukan kondisi di mana siswa berlalu jalan-jalan ke sana ke sini ketika kuliah berjalan sehingga kuliah tidak berjalan, tetapi kondisi kelas yang tidak tertib yang disebabkan oleh hubungan kepercayaan antara siswa dan guru yang tidak begitu baik.Meningkatnya kasus bullying (ijime), bunuh diri, Drop Out di sekolah-sekolah, menyebabkan kepercayaan kepada guru merosot tajam.
b. Futoko
Meskipun pendidikan Jepang adalah wajib sampai kelas sembilan (SMP), ada siswa yang tidak mau atau tidak bisa pergi ke sekolah sehingga mereka absen di sekolah dalam waktu yang lama, kondisi inilah yang disebut Futoko. Pada umumnya yang menjadi penyebab diantaranya faktor fisik seperti penyakit, ijime (kekerasan yang dilakukan oleh siswa lain), dan isu-isu pendidikan lainnya seperti kegagalan akademis dan menurunnya daya tarik dari sekolah.
c. Ijime
Ijime merupakan suatu tindakan penganiayaan secara mental bahkan fisik kepada seseorang, biasanya banyak terjadi di SD. Siswa yang di ijime biasanya akan kehilangan kepercayaan diri, enggan pergi ke sekolah, karena diasingkan oleh teman-temannya, bahkan lebih parah lagi dia akan nekat melakukan bunuh diri. Siswa yang paling mudah untuk di ijime biasanya mereka yang dianggap berbeda di antara teman-temannya, seperti pemalu dan pendiam atau secara fisik terlihat berbeda, misalnya anak orang asing atau bahkan anak keturunan asing.
Kasus ijime di Jepang menjadi masalah serius karena efek dari penganiayaan psikis ini seperti mengolok-olok, mencemooh, diasingkan sendiri, bisa berakibat trauma, dan paranoid dalam skala yang berkepanjangan dan tiada akhir, kasus bagi siswa yang terkena ijime ini biasanya tidak berpikir panjang dan banyak yang memilih untuk bunuh diri.







0 Comments:

Posting Komentar