Sumber – sumber pendapatan Negara secara umum dibagi menjadi dua, yaitu pendapatan pajak dan pendapatan non pajak. Sedangkan untuk pendapatan Negara islam dibagi menjadi empat unit sumber daya yaitu unit zakat-shadaqah, unit ghana’im, unit jizyah-kharaj, unit dharibah milkiyah ammah. Berikut ini penulis akan mengawali dengan pembahasan mengenai pendapatan Negara secara umum.
A. SUMBER-SUMBER PENDAPATAN NEGARA SECARA UMUM
I. Pendapatan Pajak
1. Pajak
Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara
langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.
2. Definisi
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
- Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk men'Teks'yelenggarakan pemerintahan.
- Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
- Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik.
Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua
situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam
menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa.
Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang
dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara
untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara
mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus
dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum
ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan
undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak
menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum
dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
3. Unsur pajak
Dari
berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara
ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang
dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang
terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
- Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
- Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
- Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
- Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
- Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
4. Fungsi pajak
Pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
- Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara,
pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan,
negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan
pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai
kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak.
- Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi
melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam
fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam
negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar
negeri.
- Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi
dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan
mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan
pajak yang efektif dan efisien.
- Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak
yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga
dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
5. Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat.
Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila
terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang
kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak
harus memenuhi persyaratan yaitu:
- Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum
pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal
pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam
pelaksanaannya.
Contohnya:
- Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
- Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
- Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
- Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai
dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang
bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak,
yaitu:
- Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
- Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
- Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
- Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
- Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya
yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan.
Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan
pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus
sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak
tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi
penghitungan maupun dari segi waktu.
- Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana
pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan
pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan
dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam
pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang
akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
- Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
- Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
- Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
6. Penerimaan Pajak di Indonesia
Berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2010. Penerimaan dari sektor perpajakan mencapai 723 triliun rupiah yang ter4diri dari penerimaan pajak dealam negeri sebesar 694 triliun rupiah dan pajak perdaganngan internasional sebesar 28 triliun rupiah. Sementara itu total penerimaan negara bukan pajak sebesar 268 triliun rupiah yang terdiri dari penerimaan sumber daya alam 160 triliun rupiah, bag8ian pemerintah atas laba BUMN 30 triliun rupiah, penerimaan negara bukan pajak lainnya 59 triliun rupiah dan pendapatan BLU 10 triliun rupiah. Sedangkan penerimaan hibah sebesar 3 triliun rupiah. Jadi jumlah keseluruhan pendapatan negara yaitu sebesar 995 triliun rupiah1. Dapat disimpulkan bahwa penerimaan perpajakan di negara kita menyumbangkan 70% dana dari total anggaran. Sementara 30%nya berasal dari penerimaan bukan pajak.
7. Macam-macam Pajak :
a. Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan
adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan
atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif.
Subyek pajak penghasilan
Menurut Undang Undang no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
v Subyek pajak pribadi
yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
v Subyek pajak harta warisan belum dibagi
yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi
tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
v Subyek pajak badan
badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
- pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
- penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
- pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
Obyek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap Tambahan Kemampuan Ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama
dan dalam bentuk apapun.
Undang-undang
Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan
dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.
Pengertian
penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan adanya
penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan
ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut
untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk
kegiatan rutin dan pembangunan.Dilihat dari penggunaannya, penghasilan
dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak.
Karena
Undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua
jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak
digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian,
apabila dalam satu Tahun Pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (Kompensasi Horisontal),
kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila
suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final
atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak
boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
b. Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax
(GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak
tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak
atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak
menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam
perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak
keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut
ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang
dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Indonesia
menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar
hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah
Undang-Undang No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000.
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
PPnBM
merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini
sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang
PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :
- penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
- impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Dengan
demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh
pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah.
PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun
fihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat
melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas
impor BKP mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran
PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.
Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM
- perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
- perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah;
- perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
- perlu untuk mengamankan penerimaan negara;
Tarif, Kelompok dan Jenis BKP Mewah
Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang PPN, ditentukan :
- Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
- Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
- Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
- Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.”
Peraturan
Pemerintah yang mengatur pengelompokan BKP yang tergolong mewah ini
adalah PP Nomor 145 Tahun 2000 yang kemudian mengalami beberapa
perubahan dengan PP Nomor 60Tahun 2001, PP Nomor 7 Tahun 2002, PP Nomor 6
Tahun 2003, PP Nomor 43 Tahun 2003, PP Nomor 55 Tahun 2004, PP Nomor 41
Tahun 2005 dan PP Nomor 12 Tahun 2006.
Adapun
Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur jenis barang yang dikenakan
PPnBM adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 570/KMK.04/2000,
381/KMK.03/2001, 141/KMK.03/2002, 39/KMK.03/2003 dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004.
a. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan pada bumi
dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 tahun 1994 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam
arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek bumi/tanah
dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut
menentukan besarnya pajak.
1. Objek PBB
Ø Bumi
Permukaan
bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta
laut wilayah Indonesia. Contoh : sawah, kebun, ladang , pekarangan,
tambang dll.
Ø Bangunan
Konstruksi
tehknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau
perairan. Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, jalan
tol, fasilitas lain yang memberi manfaat, anjungan minyak lepas pantai
dll.
2. Objek pajak yang tidak dikenakan PBB
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
Ø Digunakan
semata-mata untuk kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan, seperti : masjid, gereja, rumah sakit pemerintah,
sekolah, panti asuhan, candi dll.
Ø Digunakan untuk kuburan, peninggakan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
Ø Merupakan
hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak.
Ø Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
Ø Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
3. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :
Ø Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau
Ø Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau
Ø Memiliki bangunan, dan atau
Ø Menguasai bangunan, dan atau
Ø Memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib pajak adalah subjek yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
4. Cara mendaftarkan objek PBB
Orang
atau badan yang menjadi subjek PBB harus mendaftarkan objek pajaknya ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. Kantor Pelayanan PBB (KP PBB) ,
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau
Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah
kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP
Pratama KP PBB, KP2KP, atau KP4 setempat.
5. Dasar Pengenaan PBB
Dasar
pengenaan PBB adalah ”Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan
perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar
pertimbangan gubernur serta memperhatiakn :
Ø Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar
Ø Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan funsinya sama dan telah diketahui harga jualnya
Ø Nilai perolehan baru
Ø Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti
6. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP
adalah batas NJOP atas bumi dan atau bangunan yanng tidak kena pajak.
Besarnya NJOPTKP setiap daerah kabupaten/kota setinggi-tingginya Rp
12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :
Ø Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu tahun pajak
Ø Apabila
wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapatkan
pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan
tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya
I. PENDAPATAN NON PAJAK
a. Retribusi
Retribusi
merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah (pusat / daerah)
berdasarkan undang-undang (pemungutannya tidak dipaksakan) di mana
pemerintah memberikan imbalan langsung bagi pembayarnya.
Contoh : Pelayanan medis di rumah sakit milik pemerintah, pelayanan parkiran oleh pemerintah, pembayaran uang sekolah, dll
b. Keuntungan BUMN / BUMD
Sebagai
pemilik BUMN, pemerintah pusat berhak memperoleh bagian laba yang
diperoleh BUMN. Demikian pula dengan BUMD, pemerintah daerah sebagai
pemilik BUMD berhak memperoleh bagian laba BUMD.
c. Denda dan Sita
Pemerintah
berhak memungut denda atau menyita asset millik masyarakat, apabila
masyarakat (individu / pemerintah / organisasi) diketahui telah
melanggar peraturan pemerintah.
Contoh
: denda pelanggaran lalulintas, denda ketentuan peraturan perpajakan,
penyitaan barang-barang illegal, penyitaan jaminan atas hutang yang
tidak tertagih, dll
d. Sumbangan, Hadiah dan Hibah
Sumbangan,
hadiah, dan hibah dapat diperoleh pemerintah dari individu, institusi,
atau pemerintah. Sumbangan, hadiah dan hibah dapat diperoleh dari dalam
maupun luar negeri. Tidak ada kewajiban pemerintah untuk mengembalikan
sumbangan, hadiah dan hibah. Sumbangan, hadiah dan hibah bukan
penerimaan pemerintah yang dapatdipastikan perolehannya. Tergantung
kerelaan dari pihak yang member sumbangan, hadiah dan hibah.
A. SUMBER-SUMBER PENDAPATAN NEGARA DALAM SUDUT PANDANG ISLAM
Unit Zakat- shadaqah
Unit
zakat-shadaqah merupakan sumber daya keuangan yanh secara spesifik
terklasifikasi pada unsur kewajiban bagi setiap muslim. Zakat dalam
istilah fiqh berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh
Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak, disamping
berarti mengeluarkan jumlah tertentu. Dalam buku-buku fiqh, harta-harta yang wajib dizakati terdiri dari dua macam, yaitu zakat fitrah dan zakat harta.
Kemudian zakat harta dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian, yakni
zakat emas, perak, dan perhiasan, zakat hewan dan produk hewani, zakat
pertanian dan hasil bumi, zakat barang perdagangan, zakat rikaz dan
barang tambang.
Pendapatan
fiskal yang melalui instrument zakat dapat diperdayakan melalui
kebijakan pengeluaran yang bertujuan untuk peningkatan kualitas hidup
rakyat miskin, dengan peningkatan sumber daya intelektual atau kemampuan
sehingga menjadi produktif. Bantuan yang diberikan dari pendaapatan
fiskal zakat berwujud skim-skim yang lazim dalam lembaga keuangan Islam
seperti skim mudharabah atau qardhul hasan.
Di
Indonesia, mekanisme penghimpunan (funding) dan system distribusi unit
zakat-shadaqah masih pada tingkat rutinitas pemenuhan kewajiban agama,
belum sampai dioptimalkan sebagai basis fiskal yang signifikan. Akan
tetapi, pemerintah telah mempunyai tanggung jawab sebagai Negara
berpenduduk mayoritas muslim untuk dapat mengaktualisasikan zakat
sebagai instrument penting dalam fiscal, dengan melakukan regulasi
dengan perangkat perundang-undangan menuju suatu pembangunan
zakat-shadaqah yang berdimensi agamis dan mempunyai nilai-nilai
produktivitas.
Unit Ghana’im
Unit
ghana’im merupakan pengistilahan sumber daya keuangan publik yang
bersumber dari proses peralihan kepemilikan dari orang-orang non muslim
kepada pasukan muslim dalam peperangan. Unit Ghana’im merupakan sumber
daya keuangan publik dalam bentuk fay’ dan ghanimah.
1. Fay’
Secara istilah sumber daya fay’ dapat
diartikan dengan : rampasan yang didapatkan dari orang-orang musyrik
dengan cara damai tanpa melalui pertempuran tanpa membawa pasukan
berkuda atau pasukan onta.
Maksudnya adalah fay’
merupakan harta yang diperoleh oleh kaum muslimin dari orang-orang
kafir tanpa melakukan peprangan atau tanpa menyerbu ke daerah
orang-orang kafir dengan pasukan muslimin.
2. Ghanimah
Berbeda dengan sumber daya fay’
yang didapatkan dari suatu proses damai, sumber daya ghanimah merupakan
harta benda yang didapatkan secara paksa atau melalui jalan
pertempuran.
Ghanimah
merupakan sumber keuangan publik yang dieksplorasi dari barang rampasan
perang ketika bertempur dengan kaum fakir, dan barang tersebut
berbentuk barang bergerak dan padat dipindahkan.
Unit Kharaj – Jizyah
1. Kharaj
Kharaj atau bisa juga disebut dengan land taxes merupakan sumber pendapatan fiskal yang bersumber dari tanah-tanah yang dimiliki oleh orang muslim atau pun non muslim. Kharaj
secara harfiyah berarti pajak sebidang tanah. Secara lebih luas, kharaj
merupakan kewajiban semacam pajak yang yang berlaku bagi semua warga
Negara yang muslim ataupun tidak.
2. Jizyah
Jizyah atau bisa disebut juga dengan poll tax merupakan sumber daya fiskal yang khusus diberlakukan kepada masyarakat ahlul kitab (Nashrani,
Yahudi, dan Majusi). Regulasi menurut M. Abdul Mannan merupakan pajak
yang dikenakan pada kalangan non muslim sebagai imbalan untuk jaminan
yang diberikan oleh suatu Negara Islam pada mereka guna melindungi
kehidupannya, misalnya harta benda, ibadah keagamaan, dan untuk
pembebasan dari dinas militer.
Sumber pendapatan dari jizyah
dalam perkembangannya dijadikan sebagai bentuk konsensi (penjaminan)
Negara Islam terhadap keamanan pribadi dan hak milik, serta
ketidakwajiban menjadi militer atas orang-orang Ahlul Kitab, yang kemudian berkembang diberlakukan terhadap orang non-Muslim lainnya. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa pembayaran jizyah merupakan konsekuensi orang-orang non muslim yang tinggal di Negara muslim.
Unit Dlaribah Milkiyah ‘Ammah
Dlaribah merupakan pajak selain pada unit zakat-shadaqah, unit ghana’im, kewajiban penduduk non muslim (jizyah) dan pajak tanah (kharaj).
Dlaribah dalam perkembangannya seperti pajak yang berlaku pada saat
ini. Ketentuan-ketentuannya hamper sama dengan perhitungan nishab dalam
zakat, tetapi batasan-batasannya sangat relatif dan berlainan satu
Negara dengan Negara lain.
Dalam
masa pemerintahan Islam, regulasi dlaribah dalam bentuk pajak hanya
dijadikan kebijkan pada saat-saat tertentu saja, pada saat kondisi
keuangan Baitul Mal minus atau defisit dan tidak cukup untuk menyediakan
kebutuhan pokok masyarakat. Penarikan pajak ini pun bersifat temporal,
tidak berlaku terus-menerus, dan akan dihentikan apabila kondisinya
sudah stabil kembali. Penarikan pajak dilakukan hanya kepada orang-orang
kaya saja, tidak kepada masyarakat yang tidak mampu.