BAB II
FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT MELAYU
1.
Pengertian Falsafah
Bermula
dari pengertian adalah sebuah atau sesuatu atau bagian dari sejarah bagaimana
para tokoh-tokoh filosofi mengaplikasikan falsafah dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Nama falsafah itu adalah kata arab yang berhubung erat dengan kata
yunani, didalam bahasa Arab awalnya memang tidak ada, namun kemudian di jadikan
sebagai bahasa arab yaitu Falsafah kemudian menjadi Tashowuf yaitu
merupakan
satu kesatuan dari falsafah. Adalah pengaruh dari peradaban
yunani kuno, dalam bahasa Yunani falsafah yaitu Filosofia (Philosophia).
Dalam
bahasa Yunani kata Filosofia itu merupakan majemuk yang terjadi dari Filo dan
Sofia. Filo artinya “cinta” dalam arti seluas-luasnya, yaitu ingin dan
karena ingin itu lalu berusaha mencapai yang diingini itu. Sofia artinya
“kebijaksanaan”. Bijaksana inipun kata asing adapun artinya adalah pandai yaitu
mengerti dengan mendalam. Dapat disimpulkan bahwa falsafah sama dengan sebuah
keinginan untuk menggali sebuah kebenaran.
Secara terminologis,
falsafah mempunyai arti yang berwarna-warna, sebanyak orang yang memberikan
pengertian atau batasan. Berikut yang dikemukakan oleh senior falsafah:
1.
Plato (427 SM – 347 SM). Filosof Yunani yang terkenal, gurunya aristoteles, ia
sendiri berguru kepada Socrates. Ia mengatakan bahwa falsafah adalah
pengetahuan tentang segala yang ada; ilmu yang berminat untuk mencapai sebuah
kebenaran yang asli.
2.
Aristoteles (381 SM – 322 SM) mengatakan bahwa falsafah adalah ilmu yang
meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu; methafisika, logika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika.
3.
Marcus Tullius Cicero (106 SM – 43 M) seorang politikus dan ahli pidato
didaerah Romawi merumuskan falsafah sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang
maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
4.
Al-Farabi (wafat 950M) seorang filosof muslim yang mengatakan bahwa falsafah
atau falsafah adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan
menyelidiki hakekat yang sebenarnya.
5.
Immanuel Kant (1724 M 1804 M) yang sering dijuluki raksasa pemikir Barat,
mengatakan bahwa falsafah adalah merupakan ilmu pokok dari segala pengetahuan
yang meliputi empat persoalan yaitu :
a.
Apakah yang dapat kita ketahui? Pertanyaan ini dijawab oleh metafisika.
b.
Apakah yang boleh kita kerjakan? Pertanyaan ini dijawab oleh etika.
c.
Sampai dimanakah pengharapan kita? Pertanyaan ini dijawab oleh agama.
d.
Apakah manusia itu? Pertanyaan ini dijawab oleh Antropologi.
Keempat soal itu adalah
filsafi. Usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan
terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme,
realisme, pragmatisme, dan fenomenologi. Falsafah juga berarti
bermacam-macam teori dan sistem pemikiran yang dikembangkan oleh para filosof
besar seperti Socrates, Aristoteles dan lain-lain.
Falsafah dari perkataan Greek : Philos berarti ‘ Cinta ’ Sophia berarti ‘ Bijaksana ’
Abdul Rahman Aroff dan
Zakaria Kasa (Falsafah) Perkataan Yunani Tua : Philosophia bermaksud ‘ Cintakan
kepada pengetahuan atau hikmah ’ Rumusan : Falsafah bukanlah hikmah itu sendiri
tetapi cinta terhadap hikmah dan usaha mendapatkannya.
Pandangan Russel (1946) : ‘
Falsafah sebagai sesuatu di antara teologi (Ilmu ketuhanan dan agama) dan Sains
(Fisikal dan Manusia).
Schofield ( 1972) : ‘
Falsafah sebagai proses menyoal ’ (Soalan berbentuk empirikal dan spekulatif ).
Howick ( 1971) Falsafah
berusaha mencari pandangan yg. komprehensif mengenai manusia dan alam sejagat.
Siapakah Yang Berfalsafah ?
Frost ( 1955) : Setiap orang apakah petani, pegawai bank, rakyat biasa atau
pemimpin adalah ahli fahsafah dalam, artikata yang sebenar. Manusia berfikir
dan membuka jalan untu berfalsafah. Sarifah Alwiah Alsagoff (1984) : Terdapat
perbedaan orang biasa dgn. ahli falsafah, berfalsafah. Rumusan : Falsafah
terletak di antara Sains dan Teologi. Soalan falsafah perlu kita bertafakur.
Persoalan Falsafah, Siapakah saya ? Dari mana saya datang?
Mengapa saya berada di sini ? Ke manakah akan saya pergi ? Bagaimanakah caranya
bagi saya lalui kehidupan ini ?
Rumusan terhadap Falsafah
Perspektif Sains : Falsaafah adalah satu kajian mengenai alam semula jadi dan
maksud dunia sejagat serta kehidupan manusia. Perspektif dalam Teologi : Ini
adalah satu set kepercayaan atau sikap terhadap kehidupan yang membimbing
tingkah laku individu.
Mengapakah Falsafah itu
penting ?
·
Merupakan pandangan kita
terhadap dunia.
·
Menjadi azas kepada
keputusan yang kita buat setiap hari.
Jujun S.
Suriasumantri,orang yang sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit,
dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi; atau orang yang
berdiri di puncak bukit, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya, dia ingin
menyimak kehadirannya dalam kesemestaan jagat raya
Harold
H. Titus,
pertanyaan seorang bocah yang menanyakan soal-soal luar biasa, seperti
"bagaimana dunia ini bermula?", atau "benda-benda itu itu terbuat
dari apa?", atau "apa yang terjadi pada seseorang jika ia
mati?".
Kata filosofi (philosophy) berasal dari perkataan
Yunani philos (suka, cinta) dan sophia
(kebijaksanaan). Jadi kata
filosofi berarti cinta kepada kebijaksanaan.
Pertama, falsafah adalah
sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara tidak kritis. Definisi ini merupakan arti yang informal tentang
falsafah atau kata-kata "mempunyai falsafah", misalnya ketika
seseorang berkata: "Falsafah saya adalah...", ia menunjukkan sikapnya
yang informal terhadap apa yang dibicarakan.
Kedua, falsafah adalah suatu
proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat
dijunjung tinggi. Ini adalah arti yang formal dari "berfalsafah". Dua
arti falsafah, "memiliki dan melakukan", tidak dapat dipisahkan
sepenuhnya satu dari lainnya. Oleh karena itu, jika tidak memiliki suatu
falsafah dalam arti yang formal dan personal, seseorang tidak akan dapat
melakukan falsafah dalam arti kritik dan reflektif (reflective sense).
Ketiga, falsafah adalah usaha
untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Falsafah berusaha untuk mengombinasikan
hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi
pandangan yang konsistententang alam. Seorang ahli falsafah ingin melihat
kehidupan, tidak dengan pandangan seorang saintis,
seorang pengusaha atau
seorang seniman, akan tetapi dengan pandangan yang menyeluruh, mengatasi
pandangan-pandangan yang parsial.
Keempat, falsafah adalah sebagai
analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Memang
ini merupakan fungsi falsafah. Hampir semua ahli falsafah telah memakai metoda
analisaserta berusaha untuk menjelaskan arti istilah-istilah dan pemakaian
bahasa. Tetapi ada sekelompok ahli
falsafah yang menganggap hal tersebut sebagai tugas pokok dari falsafah bahkan
ada golongan kecil yang menganggap hal tersebut sebagai satu-satunya fungsi
yang sah dari falsafah.
Kelima, falsafah adalah
sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat
perhatian dari manusia dan
yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli falsafah. Falsafah mendorong
penyelidikannya sampai kepada soal-soal yang paling mendalam dari eksistensi
manusia. Sebagian dari soal-soal falsafah pada zaman dahulu telah terjawab
dengan jawaban yang memuaskan kebanyakan ahli falsafah. Problema-problema
falsafah tidak dapat dipecahkan dengan sekedar mengumpulkan fakta-fakta. Untuk
mencapai tujuan tersebut, metoda dasar untuk penyelidikan falsafah adalah
metoda dialektika. Proses dialektika adalah dialog antara dua pendirian yang
bertentangan. Metoda dialektika berusaha untuk mengembang-kan suatu contoh
argumen yang di dalamnya terjalin implikasi bermacam-macam proses (sikap) yang
saling mempengaruhi.
Seperti dikemukakan oleh Pang S. Asngari (2001) bahwa falsafah
itu memberikan arah dan merupakan pedoman bagi suksesnya kegiatan yang dilaksanakan. Selanjutnya
dikemukakan bahwa filosofi dalam bahasa Yunani, berarti cinta akan
kebenaran (love of wisdom). Untuk
memperoleh kebenaran tersebut perlulah disusun informasi secara tertib dan
sistematik. Peranan metode ilmiah melandasi sistematika penyusunan informasi.
tersebut.
Kata “falsafah” ternyata
memiliki pengertian yang beragam, Butt
(1961)
dalam Mardikanto (1993) mengartikan falsafah sebagai landasan pemikiran.
Sedangkan Dahama dan Bhatnagar (1980), mengartikan falsafah
sebagai landasan pemikiran yang bersumber pada kebijakan
moral tentang segala sesuatu yang akan dan harus diterapkan
dalam praktek.
Berkaitan dengan itu, Kesley dan Hearne (1955)
dalam Mardikanto (1993) menyatakan bahwa falsafah harus berpijak kepada
pentingnya pengembangan individu di dalam perjalanan pertumbuhan masyarakat dan
bangsanya. Karena itu, ia mengemukakan bahwa :
falsafah adalah bekerja bersama masyarkat untuk membantunya agar mereka dapat
meningkatkan harkatnya sebagai manusia.
Di Amerika Serikat juga
telah lama dikembagkan falsafah 3-T: teach, truth, and
trust
(pendidikan, kebenaran dan kepercayaan/keyakinan). Sedangkan di Indonesia
dikenal sebagaimana disebutkan oleh Bapak Pendidikan kita: Ki Hajar Dewantoro
(Syarief Thayeb, 1997)
dalam Pang S. Asngari (2001) : hing
ngarsa sung tulada, hing madya mangun karsa, dan
tut wuri handayani.
Prosesnya mulai dengan (1) memberi teladan atau contoh, (2) setelah SDM-klien/murid
dirangsang produktif berprakarsa, dan (3) sampai akhirnya
SDM-klien betul-betul menguasai hal-hal yang dipelajarinya.
Menurut Sastraatmadja
(1986), satu langkah yang dapat dianggap sebagai
kunci utama untuk berhasilnya sesuatu usaha yang akan dilaksanakan adalah
perlu diketahui dahulu apa yang menjadi falsafah dasarnya.
Telah diketahui bahwa falsafah dasar penyuluhan pertanian adalah: pendidikan, demokrasi dan kesinambungan
atau terus menerus.
Kata falsafah atau falsafah
dalam bahasa Melayu merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسة, yang
juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata
ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan,
cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah
seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari
bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip
dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah
disebut “filsuf”.
Definisi kata falsafah bisa
dikatakan merupakan sebuah problema falsafi pula. Tetapi paling tidak bisa
dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi daripada arti dan
berlakunya kepercayaan manusia pada sisi yang paling dasar dan universal. Studi
ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan,
tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk ini,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya
dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektik.
Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada
dialog.
Logika merupakan sebuah
ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan falsafah. Hal ini membuat
filasafat sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu bisa dikatakan banyak
menunjukkan segi eksakta, tidak seperti yang diduga banyak orang.
Klasifikasi falsafah
Di seluruh dunia, banyak
orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan membangun tradisi falsafah,
menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu
falsafah biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada
dewasa ini falsafah biasa dibagi menjadi: “Falsafah Barat”, “Falsafah Timur”,
dan “Falsafah Timur Tengah”.
Falsafah Barat
‘Falsafah Barat’ adalah
ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa
dan daerah-daerah jajahan mereka. Falsafah ini berkembang dari tradisi falsafi
orang Yunani kuno.
Plato, Aristoteles, Thomas
Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl
Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Falsafah Timur
‘Falsafah Timur’ adalah
tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok
dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas
Falsafah Timur ialah dekatnya hubungan falsafah dengan agama. Meskipun hal ini
kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Falsafah Barat, terutama di Abad
Pertengahan, tetapi di Dunia Barat falsafah ’an sich’ masih lebih menonjol
daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf: Siddharta Gautama/Buddha,
Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
Falsafah Timur Tengah
‘Falsafah Timur Tengah’ ini
sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para
filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris
tradisi Falsafah Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah
orang-orang Arab atau orang-orang Islam (dan juga beberapa orang Yahudi), yang
menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan
Yunani dengan tradisi falsafah mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan
memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setelah
runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya
klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama
dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama
beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna (Ibnu Sina), Ibnu Tufail, dan Averroes.
Falsafah, terutama Falsafah
Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Falsafah muncul
ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam,
dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada
agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya
mengapa falsafah muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala
itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di
Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga
secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang
bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat
Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates,
Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah
murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah falsafah tidak lain
hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh
Plato yang sangat besar pada sejarah falsafah.
Sejarah Falsafah Barat
Sejarah Falsafah Barat bisa
dibagi menurut pembagian berikut: Falsafah Klasik, Abad Pertengahan, Modern dan
Kontemporer.
Klasik
“Pra Sokrates”: Thales -
Anaximander - Anaximenes - Pythagoras - Xenophanes – Parmenides - Zeno -
Herakleitos - Empedocles – Democritus - Anaxagoras
“Zaman Keemasan”: Sokrates
- Plato - Aristoteles
Abad Pertengahan
“Skolastik”: Thomas Aquino
Moderen
Rene Descartes - Baruch de
Spinoza- Blaise Pascal - Leibniz - Thomas Hobbes - John Locke - Georg Hegel -
Immanuel Kant - Søren Kierkegaard - Karl Marx- Friedrich Nietzsche -
Schopenhauer - Edmund Husserl
Kontemporer
Michel Foucault - Martin
Heidegger - Karl Popper -Bertrand Russell - Jean-Paul Sartre – Albert Camus -
Jurgen Habermas - Richard Rotry- Feyerabend- Jacques Derrida - Mahzab Frankfurt
2. Pengenalan Akan Melayu
Melayu itu bukan rupa, bukan kulit, bukan
bahasa dan bukan orang, Melayu itu Alam, Melayu itu Dunia, Melayu itu Pemikiran
Ketuhanan, Melayu itu budaya yang memerintah.
Melayu itu bukan artinya layu dan bukan pula seperti tafsiran yang sedia ada dalam kamus atau kenyataan yang difahamkan oleh pengkaji yang memaparkan pendapat mereka. Melayu itu adalah satu nilai yang memberi kita akan kefahaman sejati tentang apa dan siapa Melayu itu. Maka jika memahami Melayu dengan tafsiran yang sebegitu rupa “Melayu itu Alam, Melayu itu Dunia, Melayu itu Pemikiran Ketuhanan, Melayu itu budaya yang memerintah.”, kita telah membuka satu penampilan baru dan satu nafas baru yang lebih segar dimana pengertiannya amat bersesuaian jika berganding dengan Orde Baru orang Melayu di alaf ini demi mencapai kejatian dirinya dan kejayaan bangsanya untuk setanding dengan bangsa lain didunia ini.
Melayu itu bukan artinya layu dan bukan pula seperti tafsiran yang sedia ada dalam kamus atau kenyataan yang difahamkan oleh pengkaji yang memaparkan pendapat mereka. Melayu itu adalah satu nilai yang memberi kita akan kefahaman sejati tentang apa dan siapa Melayu itu. Maka jika memahami Melayu dengan tafsiran yang sebegitu rupa “Melayu itu Alam, Melayu itu Dunia, Melayu itu Pemikiran Ketuhanan, Melayu itu budaya yang memerintah.”, kita telah membuka satu penampilan baru dan satu nafas baru yang lebih segar dimana pengertiannya amat bersesuaian jika berganding dengan Orde Baru orang Melayu di alaf ini demi mencapai kejatian dirinya dan kejayaan bangsanya untuk setanding dengan bangsa lain didunia ini.
Melayu dikaitkan dengan rumpun manusia yang
merangkumi berbagai kaum diseluruh dunia dan nama Melayu dikaitkan juga dengan
ketamadunan awal manusia seperti ketamadunan yang pernah ada didataran Sunda
yang dikenali sebagai Atlantis, Mu, Lemuria dan Kumari Kandam seperti mana
pernah tercatat di dalam literatur orang Tamil. Melayu juga adalah satu julukan
dan gelaran kepada satu entitas yang memiliki nilai yang menjadi idola atau
yang diagungkan oleh manusia kini terhadap kehebatan mereka yang menjadi
pencetus ketamadunan dan pendidik dalam kehidupan manusia di muka bumi ini walau
tidak disadari banyak orang akan kedudukan dan fakta ini.
Mereka yang dikatakan Melayu bukanlah manusia, lebih kepada bentuk satu entitas, “Intellegent” yang mempengaruhi arus evolusi manusia serta tujuan manusia dari mula hingga kini sehingga ke suatu masa apabila manusia sudah jauh dalam evolusinya sehingga membolehkan mereka memilih dan membentuk kehidupan mereka selaras dengan fitrah diri mereka dan kaitannya dengan alam ini. Maka entitas yang “Intellegent” ini menjadi pribadinya orang Melayu atau merupakan kepribadian yang memiliki kebijaksanaan berkat sikap batinnya dan bukan karena sikap lahirnya serta memiliki kesaktian dan kekuatan guna sebagai pendidik manusia dan menjaga kesejahteraan alam sejagad.
Mereka yang dikatakan Melayu bukanlah manusia, lebih kepada bentuk satu entitas, “Intellegent” yang mempengaruhi arus evolusi manusia serta tujuan manusia dari mula hingga kini sehingga ke suatu masa apabila manusia sudah jauh dalam evolusinya sehingga membolehkan mereka memilih dan membentuk kehidupan mereka selaras dengan fitrah diri mereka dan kaitannya dengan alam ini. Maka entitas yang “Intellegent” ini menjadi pribadinya orang Melayu atau merupakan kepribadian yang memiliki kebijaksanaan berkat sikap batinnya dan bukan karena sikap lahirnya serta memiliki kesaktian dan kekuatan guna sebagai pendidik manusia dan menjaga kesejahteraan alam sejagad.
Inilah Melayu dalam arti kata yang sebenarnya
yaitu kepribadian dari batinnya yang patut kita warisi bukan hanya bersandar
akan tubuh fisikalnya saja yang menjadi takrif akan arti Melayu itu. Inilah
fitrah kita orang Melayu mewarisi akan nilainya sebagai Melayu dari mereka
keturunan kita yang hebat ketika dahulu.
Orang
Melayu memiliki nilai Melayu yang menjadi inti akan dirinya dan kebanyakan
orang Melayu hanya mengenal Melayu tingkat fisikalnya saja walau ada segolongan
orang Melayu telah mencapai tahap kesempurnaan yang lebih tinggi dan telah jauh
evolusinya. Semuanya terpapar di pemikirannya, terpampang dalam sejarahnya dan
tersisa didalam perbendaharaan keilmuan dan peradaban yang telah lalu.
Mengenal Melayu dari perkataan dan tulisan atau melalui kefahaman akademik masih belum begitu jitu. Ianya masih jauh lagi kesempurnaan pengenalannya terhadap Melayu itu. Sejarah yang ada mengenai Melayu serta asal usulnya adalah kebanyakannya hasil kajian mereka yang bukan Melayu. Mereka mengkaji dan menyimpulkan segala data yang dijumpai namun tidak sepenuhnya memahami akan fakta itu. Mereka coba menjadi “authority” Melayu dengan andaian mereka serta menetapkan kebenaran terhadap andaian mereka. Itulah sejarah dan pengenalan terhadap bangsa Melayu yang berlandaskan pemikiran mereka bukan orang Melayu. Hanya Melayu kenal Melayu.
3. Falsafah Hidup Orang Melayu
Mengenal Melayu dari perkataan dan tulisan atau melalui kefahaman akademik masih belum begitu jitu. Ianya masih jauh lagi kesempurnaan pengenalannya terhadap Melayu itu. Sejarah yang ada mengenai Melayu serta asal usulnya adalah kebanyakannya hasil kajian mereka yang bukan Melayu. Mereka mengkaji dan menyimpulkan segala data yang dijumpai namun tidak sepenuhnya memahami akan fakta itu. Mereka coba menjadi “authority” Melayu dengan andaian mereka serta menetapkan kebenaran terhadap andaian mereka. Itulah sejarah dan pengenalan terhadap bangsa Melayu yang berlandaskan pemikiran mereka bukan orang Melayu. Hanya Melayu kenal Melayu.
3. Falsafah Hidup Orang Melayu
Masyarakat Melayu itu dalam
falsafah hidupnya dapat disimpulkan berlandaskan pada lima dasar, yaitu :
1. Melayu itu Islam, yang sifatnya universal dan
demokratis bermusyawarah.
2. Melayu itu berbudaya, yang sifatnya nasional dalam bahsa, sastra, tari, pakaian, tersusun dalam tingkah laku, dan lain-lain.
2. Melayu itu berbudaya, yang sifatnya nasional dalam bahsa, sastra, tari, pakaian, tersusun dalam tingkah laku, dan lain-lain.
3. Melayu itu beradat, yang sifatnya regional
(kedaerahan)dalam bhineka tunggal ika, dengan tepung tawar, balai pulut kuning
dan lain-lain yang mnegikat tua dan muda.
4. Melayu itu berturai, yaitu tersusun dalam masyarakat yang rukun tertib mengutamakan ketenteraman dan kerukunan, hidup berdampingan dengan harga menghargai timbal balik, bebas tapi terikat dalam masyarakat.
5. Melayu itu berilmu, artinya pribadi yang diarahkan kepada ilmu pengetahuan dan ilmu kebathinan (agama dan mistik), agar bermarwah dan disegani orang, untuk kebaikan umum.
4. Melayu itu berturai, yaitu tersusun dalam masyarakat yang rukun tertib mengutamakan ketenteraman dan kerukunan, hidup berdampingan dengan harga menghargai timbal balik, bebas tapi terikat dalam masyarakat.
5. Melayu itu berilmu, artinya pribadi yang diarahkan kepada ilmu pengetahuan dan ilmu kebathinan (agama dan mistik), agar bermarwah dan disegani orang, untuk kebaikan umum.
Rukun tertib yang
dimaksudkan puak melayu adalah keadilan dan kebenaran yang harus dapat dirasa
dan dilihat. Ia mengetahui, bahwa :
ISLAM tidak bertentangan dengan masyarakat
yang berperikemanusiaan dan yang ber-Tuhan.
BUDAYA tidak bertentangan dengan masyarakat yang ingin beradab dan mengingkat lahiriah dan bathiniah
BUDAYA tidak bertentangan dengan masyarakat yang ingin beradab dan mengingkat lahiriah dan bathiniah
ADAT tak bertentangan dengan
peradaban masyarakat yang ada rasa kekeluargaan, bukan individualistis.
BERTURAI tak bertentangan dengan
masyarakat yang tahu harga diri, yang ingin kebenaran, keadilan dan kemakmuran
yang merata dalam kehidupan.
BERILMU tak bertentangan dengan
masyarakat yang ingin maju untuk kepentingan diri dan masyarakatnya. pengabdian
adalah pada Allah, manusia dan lingkungan, untuk kebahagiaan diri sekarang dan
nanti. ( Buku Butir Butir Adat Melayu Pesisir Sumatera Timur yang
disusun oleh T.H.M. Lah Husny).
4.
Falsafah Adat Orang Melayu
Sebuah nilai adalah sebuah
konsepsi , eksplisit atau implisit yang menjadi milik khusus seorang atau ciri
khusus suatu kesatuan sosial (masyarakat) menyangkut sesuatu yang diingini
bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan
tujuan sebuah tindakan.
Nilai nilai dasar yang
universal adalah masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya suatu
masyarakat Melayu, yang terdiri dari hakekat hidup, hakekat kerja, hakekat
kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam, dan
hakekat hubungan manusia dengan manusia.
a.
Hidup dalam Falsafah Melayu
Tujuan hidup bagi orang
Melayu adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang Melayu mengatakan bahwa
“hidup berjasa, mati berpusaka”. Jadi orang Melayu memberikan arti dan harga
yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka pribahasa yang
dikemukakan adalah :
Gajah mati meninggakan
gading
Harimau mati maninggakan
belang
Manusia mati meninggakan
nama
Dengan pengertian, bahwa
orang Melayu itu hidupnya jangan seperti
hidup hewan yang tidak memikirkan generasi selanjutnya, dengan segala yang akan
ditinggalkan setelah mati. Karena itu orang Melayu bekerja keras untuk dapat
meninggalkan, mempusakakan sesuatu bagi anak cucunya dan masyarakatnya.
Mempusakakan bukan maksudnya hanya dibidang materi saja, tetapi juga
nilai-nilai adatnya. Oleh karena itu semasa hidup bukan hanya kuat mencari
materi tetapi juga kuat menunjuk mengajari anak cucunya sesuai dengan
norma-norma adat yang berlaku.
Ungkapan adat juga
mengatakan;
Pulai bertingkat naik
meninggalkan ruas dan buku,
manusia bertingkat turun
meninggakan nam dan pusaka.
Dengan adanya kekayaan
segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi
dirinya ataupun keluarganya. Banyaknya seremonial adat seperti perkawinan dan
lain-lain membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja
keras sangat diutamakan Orang Melayu.
Nilai hidup yang baik dan
tinggi telah menjadi pendorong bagi orang Melayu untuk selalu berusaha,
berprestasi, dinamis, kreatif dan inovatif
b.
Kerja dalam Falsafah Melayu
Sejalan dengan makna hidup
bagi orang Melayu, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja
merupakan kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah
yang dapat membuat orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak kemenakannya.
Dengan hasil kerja dapat dihindarkan “hilang warna karena penyakit, hilang
bangsa karena tidak beremas’. Artinya harga diri seseorang akan hilang karena
miskin, oleh sebab itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya.
Dengan adanya kekayaan
segala sesuatu dapat dilaksanakan sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi
dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat itu seperti perkawinan
membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat
diutamakan. Orang Melayu disuruh untuk bekerja keras, sebagaimana yang
diungkapkan juga oleh fatwa adat sbb:
Kayu hutan bukan andalas
Elok dibuat untuk lemari
Tahan hujan berani berpanas
Begitu orang mencari rezeki
Dari etos kerja ini,
anak-anak muda yang punya tanggungjawab di kampung disuruh merantau. Mereka
pergi merantau untuk mencari apa-apa yang mungkin dapat disumbangkan kepada
kerabat dikampung, baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini telah menyebabkan
orang Melayu terkenal dirantau sebagai makhluk ekonomi ulet.
Etos kerja keras yang sudah
merupakan nilai dasar bagi orang Melayu ditingkatkan lagi oleh pandangan ajaran
Islam yang disabdakan Nabi saw:
“‘i’mallidunyaka kaanaka
tamuusu abada, wa’mal li akhiratika tamuutu ghada”
Jadi masyarakat dituntut
bekerja keras seakan-akan dia hidup untuk selama-lamanya, dia harus beramal
terus seakan-akan dia akan mati besok.
c.
Waktu dalam Falsafah Melayu
Bagi orang Melayu waktu
berharga merupakan pandangan hidup orang Melayu. Orang Melayu harus memikirkan
masa depannya dan apa yang akan ditinggalkannya serta bekal apa yang dibawa
sesudah mati. Mereka dinasehatkan untuk selalu menggunakan waktu untuk sesuatu
yang bermakna.
Dimensi waktu, masa lalu,
masa sekarang, dan yang akan datang merupakan ruang waktu yang harus menjadi
perhatian bagi orang Melayu.
Melihat contoh ke yang
sudah.
Bila masa lalu tak
menggembirakan dia akan berusaha memperbaikinya.
Duduk meraut ranjau, tegak
meninjau jarah merupakan manifestasi untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya
pada masa sekarang. Membangkit batang terandam merupakan refleksi dari masa
lalu sebagai pedoman untuk berbuat pada masa sekarang. Sedangkan mengingat masa
depan adat berfatwa;
“hemat sebelum
habis,sediakan paying sebelum hujan”.
d.
Alam dalam Falsafah Melayu
Pepatah adat menyebutkan:
"Menyimak alam, mengkaji diri" Nilai ini mengajarkan agar dalam
merancang dan melaksanakan pembangunan, haruslah diawali dengan penelitian yang
cermat terhadap alam dan semua potensi yang ada (sumber daya alam), serta
mengkaji pula kemampuan diri (sumber daya manusia). Melalui kajian inilah
dibuat rancangan yang diharapkan dapat memenuhi harapan semua pihak.
Orangtua-tua mengakatan: "menyimak alam luar dan dalam, mengkaji diri
untuk mengukur kemampuan sendiri"; atau dikatakan: "mengkaji alam
dengan mendalam, diri diukur dengan jujur".
Nilai di atas memberi
peluang terjalinnya hubungan kerjasama dengan berbagai pihak yang dianggap ahli
dan berkemampuan, termasuk pemodal luar sepanjang tidak merugikan masyarakat
dan menjatuhkan harkat, martabat, tuah dan marwahnya. Orangtua-tua mengatakan:
bila tidak mampu, cari yang mampu; bila tidak pandai, cari yang pandai; bila
tidak tahu, cari yang tahu; atau dikatakan: untuk membangun yang berfaedah, jangan
malu merendah (maksudnya, untuk mewujudkan pembangunan, jangan malu-malu
menggunakan tenaga luar yang dianggap patut dan layak). Dengan demikian,
pembangunan dapat berjalan tanpa memaksakan diri bila benar-benar tidak
memiliki daya dan kemampuan.
Perhatian orang Melayu
terhadap alam sekitarnya sangat tinggi. Orang Melayu selalu menjaga
keseimbangan dan harmonisasi alam tersebut, sehingga alam merupakan bagian dari
tata kehidupan mereka. Seperti dalam ungkapan berikut:
kalau terpelihara alam lingkungan,
banyak manfaat dapat dirasakan:
ada kayu untuk beramu
ada tumbuhan untuk ramuan
ada hewan untuk buruan
ada getah membawa faedah
ada buah membawa berkah
ada rotan penambah penghasilan
Membangun jangan merusak,
membina jangan menyalah. Nilai ini mengajarkan, agar dalam merancang dan
melaksanakan pembangunan jangan sampai menyalahi ketentuan agama dan
nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial masyarakatnya. Agama dan budaya
hendaklah dijadikan œroh, teraju, pucuk jala pumpunan ikan dalam merancang
pembangunan. Karenanya, para perancang dan pelaksana pembangunan haruslah
memahami seluk beluk agama dan budaya serta norma-norma sosial masyarakatnya,
agar pembangunan itu benar-benar bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
Orangtua-tua mengingatkan: bila membangun tidak senonoh, hasil tak ada
masyarakat bergaduh; atau dikatakan: apabila membina tidak semenggah, lambat
laun menjadi musibah. Ungkapan adat menegaskan: adat membangun negeri, jangan
lupakan diri; adat membangun desa, jangan lupakan agama; adat membangun
masyarakat, jangan tinggalkan adat. Ungkapan lain mengatakan: dalam
melaksanakan pembangunan, agama dimuliakan, budaya diutamakan, adat dikekalkan.
Selanjutnya dikatakan: apabila agama tidak dipakai, alamat masyarakat akan
meragai (sengsara dunia akhirat); apabila budaya tidak dipandang, alamat negeri
ditimpa malang; apabila adat tidak diingat, lambat laun sengsaralah umat.
Ungkapan adat juga mengatakan: apabila pembangunan hendakkan berkah, agama
jangan dipermudah; apabila membina hendak bermanfaat, jangan sekali
meninggalkan adat. Ungkapan yang lain menjelaskan:
apabila alam sudah binasa,
balak turun celaka tiba
hidup melarat terlunta-lunta
pergi ke laut malang menimpa
pergi ke darat miskin dan papa
apabila alam menjadi rusak,
turun temurun hidup kan kemak
pergi ke laut di telan ombak
pergi ke darat kepala tersundak
hidup susah dada pun sesak
periuk terjerang nasi tak masak
siapa suka merusak alam,
akalnya busuk hatinya lebam
siapa suka membinasakan alam,
akal menyalah hati pun hitam
siapa suka merusak lingkungan,
tanda hatinya sudah menyetan
Alam Melayu yang indah, bergunung-gunung, berlembah, berlaut dan berdanau, kaya dengan flora dan fauna telah memberi inspirasi kepada masyarakatnya. Mamangan, pepatah, petitih, ungkapan-ungkapan adatnya tidak terlepas daripada alam.
Alam mempunyai kedudukan
dan pengaruh penting dalam adat Melayu, ternyata dari fatwa adat sendiri yang
menyatakan bahwa alam hendaklah dijadikan guru.
Yang dimaksud dengan adat
sebenar adat adalah yang tidak lapuk karena hujan dan tak lekang karena panas
biasanya ketentuan-ketentuan alam atau hukum alam, atau kebenarannya yang
datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu adat Melayu falsafahnya
berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam alam, maka adat Melayu itu akan
tetap ada selama alam ini ada.
0 Comments:
Posting Komentar