Analisa volumetri merupakan bagian dari kimia analisa kuantitatif, di mana penentuan zat dilakukan dengan jalan pengukuran volume larutan atau berat zat yang diketahui konsentrasinya, yang dibutuhkan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang dibutuhkan tadi.
Dalam volumetri, penentuan dilakukan dengan jalan titrasi yaitu, suatu proses di mana larutan baku (dalam bentuk larutan yang telah diketahui konsentrasinya) ditambahkan sedikit demi sedikit dari sebuah buret pada larutan yang ditentukan atau yang dititrasi sampai keduanya bereaksi sampai sempurna dan mencapai jumlah equivalen larutan baku sama dengan nol equivalen larutan yang dititrasi dan titik titrasi ini dinamakan titik equivalen atau titik akhir titrasi.
Untuk mengetahui kesempurnaan berlangsungnya reaksi antara larutan baku dan larutan yang dititrasi digunakan suatu zat kimia yang dikenal sebagai indikator, yang dapat membantu dalam menentukan kapan penambahan titran harus dihentikan. Bila reaksi antara larutan yang dititrasi dengan larutan baku telah berlangsung sempurna, maka indikator harus memberikan perubahan visual yang jelas pada larutan (misalnya dengan adanya perubahan warna atau pembentukan endapan). Titik pada saat indikator memberikan perubahan disebut titik akhir titrasi dan pada saat itu titrasi harus dihentikan.
Dalam volumetri dikenal 2 macam larutan baku, yaitu baku primer dan baku sekunder.
A. Baku Primer
Yaitu larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung, karena diperoleh dari hasil penimbangan. Pada umumnya kadarnya dapat dinyatakan dalam N (mol.Equivalen/L) atau M (mol/L). Contoh larutan baku primer adalah : NaCl, asam oksalat, Natrium Oksalat.
B. Baku Sekunder
Yaitu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembekuan, dengan larutan baku primer atau dengan metode gravimetri yang tepat. Contoh : NaOH (dibakukan dengan primer asam oksalat).
Syarat-syarat suatu bahan baku adalah :
1. Susunan kimianya diketahui dengan pasti
2. Harus murni dan mudah dimurnikan
3. Dapat dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis
4. Stabil, baik dalam keadaan murni, maupun dalam larutannya
5. Dapat larut dalam pelarut yang cocok dan dapat bereaksi secara sthokiometri dengan larutan yang akan dibakukan atau dengan zat yang akan ditentukan kadarnya
6. Bobot equivalennya besar, agar pengaruh kesalahan penimbangan dapat diperkecil.
A. ALKALIMETRI
- Membuat larutan NaOH 0,1 N
Cara kerja :
· Hitung kebutuhan NaOH untuk membuat larutan NaOH 0,1 N sebanyak 250 ml misalnya X gr.
· Timbang X gr NaOH, larutkan ke dalam aquadest dalam labu ukur 250 ml.
· Impitkan sampai tanda batas dan kocok sampai homogen.
- Buat larutan asam oksalat (H2C2O4) 0,1 N
Cara kerja :
· Timbang sejumlah kristal asam oksalat untuk membuat larutan asam oksalat 0,1 N sebanyak 250 ml misalnya Y gr.
· Larutkan k dalam aquadest sesuai dengan kebutuhan.
· Kemudian tentukan normalitas yang sebenarnya dari asam oksalat 0,1 N.
- Standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4
Cara kerja :
· Pipet tepat 10 ml larutan asam oksalat ke dalam erlenmeyer, tambahkan 3 tetes indikator pp 0,1%.
· Kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai warna pink muda.
· Lakukan paling sedikit 2 kali.
· Hitung normalitas NaOH dengan menggunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
B. ACIDIMETRI
- Menyiapkan larutan standar asam (HCl).
Alat dan bahan :
· Larutan HCl pekat
· Aquadest
· Labu ukur 250 ml
· Pipet ukur
Cara kerja :
· Hitung kebutuhan HCl pekat untuk membuat larutan HCl 0,1 N sebanyak 250 ml misalnya X ml HCl pekat
· Pipet X ml HCl pekat dengan pipet ukur, tuang ke dalam labu ukur 250 ml yang sudah diisi sedikit aquadest tambahkan sampai tanda batas dan kocok sampai merata.
- Standarisasi larutan HCl pekat dan larutan NaOH.
Cara kerja :
· Pipet tepat 10 ml larutan HCl 0,1 N yang telah dibuat ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 3 tetes indikator pp 0,1%.
· Titrasi dengan NaOH 0,1 N (yang sudah distandarisasi dengan asam oksalat).
· Titik akhir titrasi (end point) adalah berwarna pink muda.
0 Comments:
Posting Komentar